Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa tekanan berat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena pandemi Covid-19. Kendati demikian, menurutnya defisit Indonesia masih relatif rendah daripada negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Sri Mulyani mengatakan bahwa 2020 merupakan situasi yang sangat luar biasa dan menantang. Pemerintah Indonesia merespons pandemi Covid-19 secara pragmatis, tapi di saat yang sama tidak mengorbankan kerangka kebijakan yang telah ada.
Pemerintah pada 2020 melakukan relaksasi baik untuk kebijakan fiskal maupun monter agar perekonomian bisa bertahan menghadapi pandemi Covid-19.
Advertisement
"Defisit kami melebar dari rencana awal 1,76 persen, tapi karena Covid-19 menekan pendapatan kami serta menaikkan pengeluaran membuat defisit berada di level 6 persen. Saya pikir ini relatif rendah dibandingkan banyak negara OECD lainnya," tutur Sri Mulyani saat berbicang dengan Sekretaris Jenderal OECD, Angel GurrÃa, secara virtual pada Kamis (18/3/2021).
Kebijakan yang diambil pemerintah pun selama pandemi ini fokus untuk menangani masalah kesehatan, perlindungan masyarakat miskin dan retan, serta memastikan dunia usaha terus berjalan terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Berbagai bantuan diberikan termasuk dalam bentuk insentif dan bantuan sosial.
Upaya pemerintah, kata Sri Mulyani, sejauh ini bisa menekan angka kemiskinan yang berada di level 10,4 persen.
"Tanpa intervensi tersebut, kemiskinan akan meningkat drastis. Tingkat kemiskinan berada di level 10,4 persen, sedangkan prediksi World Bank mencapai 11,4 persen," katanya.
Sri Mulyani mengakui bahwa proses pemulihan ekonomi masih tetap berlanjut. Pemerintah akan terus fokus memastikan pemuluhan ekonomi terus berlanjut dan bisa mempercepatnya.
"Jadi kita harus fokus memastikan proses pemulihan terus berlanjut, dan pada saat yang sama kita bisa mengakselerasi pemulihan ini serta melanjutkan berbagai area yang membutuhkan banyak dukungan kebijakan," ungkap Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Defisit APBN Januari 2021 Capai Rp 45,7 Triliun
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Januari 2021 menapai Rp 45,7 triliun. Defisit ini terjadi karena pendapatan negara di bawah belanja.
Pendapatan negara pada Januari 2021 sebesar Rp 100,1 triliun yang berasal dari penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Realisasi pendapatan negara pada Januari 2021 terutama ditopang dari peningkatan penerimaan kepabeanan dan cukai. Penerimaan perpajakan dan PNBP mengalami kontraksi karena aktivitas ekonomi dan harga minyak yang belum sepenuhnya pulih.
Penerimaan pajak negara pada Januari 2021 sebesar Rp 68,5 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 12,5 triliun, serta PNBP sebesar Rp 19,1 triliun. Sementara itu, hibah nol
"Yang paling penting dalam APBN bulan Januari adalah sisi belanja karena APBN instrumen fiskal yang melakukan akselerasi pemulihan, dan terlihat di dalam belanjanya semua tumbuh positif dibandingkan Januari tahun lalu," ungkap Menkeu, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers pada Selasa (23/2/2021).
Sementara belanja negara sebesar Rp 145,8 triliun. Ini terdiri dari belanja K/L sebesar Rp 48 triliun, belanja non K/L Rp 46 triliun. Kemudian Transfer Dana Ke Daerah (TKDD) yang terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 50,3 trilin dan dana desa Rp 800 miliar.
"Kalau kita lihat breakdown, dana desa melonjak sangat tinggi Rp 800 miliar dibandingkan Rp 300 miliar tahun lalu, ini untuk mendukung rakyat menghadapi Covid-19 melalui BLT Desa," jelas Sri Mulyani.
Advertisement