Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak pengusaha terkait industri pasar modal untuk meningkatkan praktik good corporate governance (GCG). Alasannya banyak kasus hukum yang menimpa emiten sehingga penguatan GCG di pasar modal sangat penting.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Merangkap OJK, Hoesen mengatakan sudah menjadi bahasan penting di tataran global dan beberapa negara di Asia termasuk Indonesia. Hal ini dipicu dampak krisis moneter yang melanda dunia lebih dari 2 dekade terakhir khususnya 97-98 dan 2007-2008.
Baca Juga
"Kelemahan tersebut terlihat dari gagalnya penerapan model manajemen risiko perusahaan dalam mengantisipasi kedatangan krisis," kata Hoesen dalam keterangan pers, Jakarta, Jumat (19/3/2021).
Advertisement
Hal ini juga bisa terjadi karena beberapa hal. Antara lain, lemahnya internal kontrol atas penyajian laporan keuangan, pemahaman perusahaan atas inherent risk pada berbagai instrumen portofolio yang kurang memadai hingga penerapan remunerasi dan insentif yang kurang transparan.
Penerapan praktik GCG sangat mendesak karena posisi perusahaan-perusahaan Indonesia yang tercatat di bursa masih kalah jauh dibanding peer di ASEAN.
Berdasarkan hasil penilaian ASEAN Corporate Governance Scorecard pada 2019, dari 100 perusahaan Indonesia listing di bursa yang dinilai, hanya terdapat 10 perusahaan yang masuk dalam daftar ASEAN Aset Class atau memiliki skor di atas 97,5. Sayangnya 10 perusahaan tersebut juga belum masuk dalam top 20.
"Akan tetapi dari 10 perusahaan itu belum ada yang masuk dalam top 20 berdasarkan penilaian ASEAN Corporate Governance Scorecard itu," tambah Hoesen.
Berkaca dari kondisi tersebut OJK menilai perlu adanya penguatan dalam implementasi GCG di perusahaan.
GCG diharapkan membantu perusahaan menjadi standar kualitas atau menjaga standar kualitas produk dan jasa yang tinggi. Beroperasi lebih efisien, meningkatkan akses ke permodalan, berkinerja baik, mengurangi risiko dan melindungi terjadinya mismanagement.
Sehingga pada akhirnya akan membuat perusahaan lebih akuntabel dan transparan dan dapat menarik minat investor untuk berinvestasi.
Di samping itu, penerapan GCG yang juga memberi perlindungan terhadap investor. Sebab pelaksanaan GCG mengurangi risiko mismanagement baik oleh pengurus maupun pengendali perusahaan.
Penerapan GCG yang baik akan memberi kontribusi bagi pembangunan karena peningkatan akses terhadap modal tentu akan mendorong adanya investasi baru. Hal itu bisa berdampak untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang baru.
Â
Roadmap
OJK, kata Hoesen, akan terus mendorong penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik, terutama di industri pasar modal Indonesia.
Hal itu sudah dimulai otoritas dengan menerbitkan Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia dan Panduan Tata Kelola Perusahaan Indonesia pada 2014 lalu.
Otoritas juga telah menerbitkan serangkaian aturan terkait penerapan GCG bagi emiten dan perusahaan public, perusahaan efek dan manajer investasi.
Terbaru, OJK telah menerbitkan POJK No.3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Aturan tersebut memang merupakan adopsi dan konversi dari Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Pasar Modal.
"POJK tersebut antara lain diterbitkan dalam rangka penguatan tata kelola lembaga self regulatory organization seperti bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, penyimpanan dan penyelesaian atau BEI, KPEI dan KSEI," kata Hoesen.
Regulasi tersebut juga meningkatkan kewenangan OJK dalam menetapkan perintah tertulis, peningkatan ancaman maksimal sanksi denda dalam rangka peningkatan hukum dan efek jera bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di industri pasar modal.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement