Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan kebijakan manajemen risiko guna memperkuat industri asuransi. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 8/SEOJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi mengatakan, peningkatan kegiatan usaha lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB) dengan risiko yang semakin kompleks perlu diiimbangi dengan penerapan manajemen risiko yang memadai.
Baca Juga
"Penerapan manajemen risiko tersebut tidak hanya ditujukan bagi kepentingan LJKNB, tetapi juga bagi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa dan layanannya," ujar Riswinandi dalam pernyataan resmi OJK, Jumat (19/3/2021).
Advertisement
Riswinandi kemudian memaparkan tiga manfaat penerapan manajemen risiko di LJKNB. Salah satunya lembaga bersangkutan dapat mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan memantau risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usahanya dengan baik.
Kemudian, LJKNB dapat melakukan kegiatan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta standar, prinsip dan penyelenggaraan praktik usaha yang sehat. Termasuk senantiasa memenuhi kewajiban kepada konsumen sesuai dengan yang diperjanjikan.
"Masyarakat memperoleh layanan jasa keuangan yang optimal dan terlindungi haknya," ungkap Riswinandi.
Penerapan manajemen risiko pada setiap perusahaan asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah juga wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha perusahaan dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi dan potensi permasalahan yang dihadapi.
"Perusahaan asuransi juga harus memiliki dan menerapkan strategi, kebijakan, dan prosedur manajemen risiko yang disusun secara tertulis dan dapat dituangkan dalam bentuk pedoman internal manajemen risiko perusahaan," jelas Riswinandi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
4 Pilar
Adapun penerapan manajemen risiko ini terdiri dari empat pilar, di antaranya:
1. Pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah
2. Kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pengendalian, dan pemantauan risiko serta sistem informasi manajemen risiko
4. Sistem pengendalian internal yang menyeluruh
OJK pun menyampaikan 9 jenis risiko yang harus diatasi melalui penerapan manajemen risiko, antara lain:
1. Risiko strategis
2. Risiko operasional
3. Risiko asuransi
4. Risiko kredit
5. Risiko pasar
6. Risiko likuiditas
7. Risiko hukum
8. Risiko kepatuhan
9. Risiko reputasi
Advertisement