Sukses

Susi Pudjiastuti: Impor Garam Lebih dari 1,7 Juta Ton, Petani Akan Hancur

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyuarakan penolakannya terhadap rencana impor garam 3 juta ton.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyuarakan penolakannya terhadap rencana impor garam 3 juta ton yang akan dibuka pemerintah.

Menurut dia, jumlah tersebut terlampau besar dari batas yang seharusnya, sehingga bakal membuat petani garam hancur.

"Garam impor tidak boleh lebih dr 1,7 Jt Ton .. kalau lebih harga garam petani kita akan hancur .. lagi ... please !" seru Susi dalam akun Twitter @susipudjiastuti, dikutip Senin (22/3/2021).

Susi lantas berkaca pada pengalaman impor garam saat 2015 hingga awal 2018. Kuota 1,7 juta ton impor garam disebutnya dapat menjaga harga eceran tertinggi di tingkat petani agar tidak terlalu rendah.

"Bila impor garam bisa diatur tidak lebih dr 1,7 jt ton .. maka harga garam petani bisa seperti tahun 2015 sd awal 2018 .. bisa mencapai rata2 diatas Rp 1500 bahkan sempat ke Rp 2500 .. sayang dulu 2018 kewenangan KKP mengatur neraca garam dicabut oleh PP 9 (Tahun 2018, tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergataman)," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi membeberkan alasan pemerintah impor 3 juta ton garam, yakni untuk memenuhi kebutuhan industri. Menurut dia, kualitas garam industri yang diproduksi dalam negeri belum menyamai kualitas garam impor.

""Jadi yang kita bicarakan adalah garam hasil impor untuk kebutuhan industri, di mana garam kita yang dikerjakan PT Garam dan petani garam belum bisa menyamai kualitas garam industri," ungkap Mendag Lutfi beberapa waktu lalu.

Dia bercerita tentang awal mula industri mulai memakai standar garam industri. Dirinya mencontohkan produsen mi instan yang membutuhkan garam industri dalam produksinya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Buka-bukaan Mendag Lutfi Soal Impor Garam 3 Juta Ton

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menjelaskan alasan pemerintah memutuskan membuka keran impor garam 3 juta ton tahun ini. Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan garam industri.

Menurut Mendag, kualitas garam industri yang diproduksi dalam negeri belum menyamai kualitas garam impor.

"Jadi yang kita bicarakan adalah garam hasil impor untuk kebutuhan industri, di mana garam kita yang dikerjakan PT Garam dan petani garam belum bisa menyamai kualitas garam industri," jelas Mendag dalam acara Weekly Update bersama Menteri Perdagangan, Jumat (19/3/2021).

Mendag bercerita tentang awal mula industri mulai memakai standar garam industri. Dirinya mencontohkan produsen mi instan yang membutuhkan garam industri dalam produksinya.

"Ada masalah-masalahnya di masa lampau, kalau Anda tahu mi instan itu kan harganya kira-kira Rp 2.500. Itu di dalam Rp 2.500 itu ongkos untuk garamnya itu Rp 2. Tetapi kalau garamnya tidak sesuai spek (spesifikasi) untuk industri garam, yang Rp 2 itu bisa menghancurkan mi instan yang Rp 2.500 itu. Inilah yang sekarang menjadi permasalahannya," ungkapnya.

Lufti menandaskan, untuk menyamai kualitas garam impor, memang industri garam dalam negeri harus dapat lebih jeli melihat peluang dan melakukan pengembangan kualitas.

"Apa yang bisa dilakukan supaya swasembada? Bukan jumlahnya saja, tapi kualitasnya. Ini yang mustinya industri nasional bisa lihat opportunity untuk memperbaiki industri nasional," ujarnya. 

3 dari 3 halaman

Impor Garam Dianggap Wajar, Kenapa?

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa merasa wajar dengan kebijakan pemerintah yang hendak membuka keran impor garam sebesar 3,07 juta ton pada 2021. Jumlah itu naik 13,88 persen dari impor pada 2020 yang sebesar 2,7 juta ton garam.

Dwi Andreas memaparkan, jumlah produksi garam pada 2019 meningkat cukup tinggi hingga 2,9 juta ton karena musim kering berkepanjangan. Namun kemudian, harus drop jadi sekitar 1,3 juta ton pada 2020 akibat musim hujan.

Di sisi lain, impor garam yang dilakukan pemerintah selama periode waktu 2019-2020 relatif stabil di kisaran 2,6 juta ton per tahun.

"Sehingga memang ada potensi kita akan kekurangan pasokan garam di tahun 2021. Karena drop-nya produksi di tahun 2020 itu belum ditutupi dari impor di tahun 2020," ujar Dwi Andreas kepada Liputan6.com, Rabu (17/3/2021).

Sementara itu, kebutuhan garam untuk konsumsi di Tanah Air juga cenderung stabil sekitar 4 juta ton per tahun. Produksi garam tersebut tak hanya dinikmati sebagai bumbu dapur saja, tapi juga dipakai untuk keperluan industri seperti makanan dan minuman hingga kosmetik.

"Sehingga kalau dari sisi konsumsi, itu stabil. Bahkan terus mengalami peningkatan dengan berkembangnya industri," kata Dwi Andreas.

"Sedangkan konsumsinya enggak fluktuatif. Kan harus pasok terus. Kalau nyayur juga harus pakai terus. Kemudian kalau produksi garam turun nyayur harus enggak pakai garam gitu? Kan enggak juga," jelasnya.Â