Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia mewaspadai terjadinya gelombang ketiga pandemi Covid-19 di sejumlah negara-negara di Eropa. Kondisi itu membuat sejumlah negara terpaksa kembali melakukan penguncian wilayah (lockdown) seperti terjadi di Jerman, Prancis, dan Italia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penyebaran virus di Eropa membuat pemerintah di sana mempertimbangkan proteksi terhadap vaksin Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan penduduk Eropa.
Baca Juga
Pemerintah Eropa juga mempertimbangkan pembentukan aturan perundangan untuk mengurangi bahkan melarang suplai vaksin covid-19 ke luar Eropa.
Advertisement
Dia mencontohan, Komisi Eropa melarang pengiriman vaksin AstraZeneca kepada Australia beberapa waktu lalu. Namun, Indonesia masih cukup beruntung karena dianggap sebagai negara berkembang.
“Sesama negara maju mereka saling melakukan proteksi untuk vaksin mereka sendiri. Jadi, ini sesuatu yang harus kami waspadai yaitu mengenai jumlah vaksin dan dari sisi munculnya gelombang ketiga di Eropa,” ujarnya dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang disiarkan lewat Youtube Kemenkeu RI, Kamis (25/3/2021).
Bendahara Nehara itu pun mengimbau guna mencegah peningkatan penularan Covid-19 di dalam negeri seperti yang terjadi di Eropa, semua masyarakat harus etap disiplin menjalankan protokol kesehatan. Sekalipun, kata dia, sebagian masyarakat sudah ada yang menerima vaksin Covid-19.
“Sehingga tidak muncul lagi dilema rem dan gas, seperti yang selama ini terjadi. Karena, rem dan gas ini kalau covid naik jumlahnya memaksa negara-negara itu melakukan rem persis seperti yang terjadi sekarang di Eropa. Jadi, supaya itu tidak terjadi di kita terutama di kuartal II 2021,” tukasnya.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
China, Amerika Serikat, dan India Pimpin Pemulihan Ekonomi Global
Memasuki tahun 2021 pertumbuhan ekonomi berbagai negara mulai menunjukkan perbaikan. Bahkan Amerika Serikat, China dan India menjadi negara-negara dengan pemulihan ekonomi yang paling cepat di antara negara lainnya.
"Perekonomian global sudah menunjukkan perbaikan, terutama dipimpin Amerika Serikat, China dan India," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter, Bank Indonesia, Riza Tyas Utami dalam diskusi media bertajuk Sinergi Memperkuat Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/3/2021).
Sayangnya perbaikan perekonomian tersebut tidak terjadi secara merata. Beberapa negara maju di Eropa memamg mengalami perbaikan namun tidak secepat yang dialami Amerika Serikat. Begitu juga kondisi negara berkembang pertumbuhan ekonominya masih gradual dibandingkan dengan negara maju.
Pasar keuangan juga belum mengalami perbaikan secara merata. Hal ini disebabkan masih tingginya ketidakpastian global yang direspon pelaku pasar di beberapa hari pada akhir Januari hingga Maret 2021.
Tercermin dari pemulihan ekonomi di Amerika Serikat yang pulih dengan cepat dari perkiraan semula. Akibatnya mau tukar mata uang tertekan dan penurunan yeild di negara berkembang.
"Pasar merespon dengan cukup sensitif, ditandai dengan kenaikan dolar yang menguat akibat pelemahan mata uang dan yeild di negara berkembang," kata dia.
Sementara itu dampak positif pertumbuhan ekonomi yang cepat di tiga negara tersebut berdampak pada beberapa sektor yang mulai mengalami peningkatan. Volume perdagangan, peningkatan komoditas dan harga minyak pun terpantau membaik.
"Harga minyak pun mulai Desember 2020 meningkat pesat. Sekarang ada di level USD 60-an dari sebelumnya USD 40-an," kata dia.
Tentunya ini akan meningkatkan volume ekspor dan permintaan produksi. Sehingga bisa menutupi permintaan domestik yang masih lemah.
"Secara gradual ekspor kita membaik jadi kalau permintaan domestik masih lemah, ekspor makin besar," kata di mengakhiri.
Advertisement