Liputan6.com, Jakarta - Penyaluran kredit perbankan cukup rendah karena salah satu faktor penghambatnya adalah suku bunga kredit yang tinggi. Di masa depan, masalah suku bunga ini bukan hal yang utama lagi karena bank harus bersaing dengan lembaga lain yang juga memberikan pembiayaan.
"Alternatif pembiayaan di masa depan kan bukan perbankan saja, ada perusahaan pembiayaan seperti peer to peer lending," kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede, dalam diskusi media bertajuk Sinergi Memperkuat Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/3/2021).
Baca Juga
Bahkan adanya layanan digital banking justru akan memangkas proses panjang penyaluran kredit. Sehingga biaya operasional jadi perbankan akan lebih ringkas dan bukan hal yang tidak mungkin industri perbankan justru berlomba menawarkan bunga yang rendah.
Advertisement
"Dengan perkembangan digitalisasi dan lain-lainnya, suku bunga tinggi enggak zaman lagi," kata dia.
Sebab lanjut Josua, pendapatan bank tidak akan bergantung lagi pada suku bunga kredit yang tinggi. Untuk mendapatkan tambahan modal dan pendapatan perbankan bisa mencari sumber pendapatan yang lain. Semisal melantai di bursa atau surat berharga komersial (SBK).
Terlebih tren kantor cabang ke depan akan berkurang seiring dengan digitalisasi. Sehingga akan memangkas biaya operasional yang angkanya tidak sedikit.
"Sudah ada juga SBK dan perbankan juga akan meningkatkan efisiensi," kata dia.
Untuk itu lambatnya pertumbuhan kredit kata Josua bukan semata perbankan yang sulit menyesuaikan diri dengan suku bunga acuan dari Bank Indonesia. Namun untuk membuat kebijakan agar bank mempercepat penurunan suku bunga, hal tersebut harus melihat mekanisme pasar yang ada saat ini.
"Makanya apakah perlu regulasi agar bank bertindak cepat menyesuaikan bunga dengan suku bunga acuan, ya kita lihat saja mekanisme pasar," kata dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Suku Bunga BI
Sebagai informasi, selama pandemi Covid-19, Bank Indonesia telah berkali-kali menurunkan suku bunga acuan. Hingga Maret 2021, BI 7-Day Reverse Repo Rate berada di posisi 3,5 persen.
Sayangnya, penurunan suku bunga acuan ini tidak selalu direspon positif oleh perbankan, khususnya pada penurunan suku bunga pembiayaan. Suku bunga pembiayaan dinilai sulit beradaptasi dengan kebijakan bank sentral dibandingkan dengan penurunan suku bunga deposito yang cenderung lebih cepat penyesuaiannya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo lantas mendesak perbankan untuk ikut menurunkan suku bunga kredit. Sebab menurut catatannya, kebijakan penurunan BI7DRRR belum banyak diikuti perbankan.
"Penurunan suku bunga kebijakan moneter dan longgarnya likuiditas mendorong suku bunga terus menurun. Meskipun suku bunga kredit perbankan masih perlu terus didorong," ujar Perry dalam sesi teleconference, pada Kamis 18 Maret 2021.
Advertisement