Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang diumumkan di penghujung 2019 telah mengubah arah sosial ekonomi global secara signifikan. Krisis kesehatan ini masih persisten menyebar di seluruh dunia, dengan kasus kumulatif lebih dari 123 juta dan memakan korban jiwa hingga 2,7 juta per 20 Maret 2021.
Kebijakan extraordinary serta kerja keras dan koordinasi berbagai pihak mampu mencegah kontraksi ekonomi lebih dalam di 2020. Indonesia masih mampu menunjukkan resiliensi ekonominya meskipun ada kontraksi pertumbuhan sebesar -2,1 persen, salah satu yang terkecil dibanding negara G20 dan ASEAN.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia bisa cepat karena Kementerian Keuangan terus berkomunikasi dengan DPR dan secara transparan menyampaikan langkah-langkah yang harus dijalankan.
Advertisement
"Alhamdulillah kita selama ini didukung. Kemudian kita perlu untuk akselerasi di tahun 2021 ini, sehingga nanti bisa memberikan tadi penciptaan kesempatan kerja, mengembalikan lagi kesejahteraan masyarakat dalam suasana seperti ini,” jelas Sri Mulyani Indrawati saat Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Semarang, Kamis (25/3/2021).
Dalam acara tersebut Sri Mulyani hadir bersama dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, serta Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto.
Salah satu langkah cepat sebagai respons luar biasa untuk menghadapi dampak pandemi adalah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu, fleksibilitas APBN juga diperluas yaitu dengan izin pelebaran defisit di atas 3 persen hingga 2022 untuk mendukung kebutuhan dana penanganan dampak pandemi yang sangat besar.
Program PEN disusun secara cermat dengan upaya perbaikan yang berjalan secara terus-menerus agar mampu mengatasi krisis kesehatan sekaligus meringankan beban berbagai pihak yang terdampak akibat pandemi.
Hingga akhir tahun 2020, realisasi program PEN mencapai Rp 579,8 triliun, yang digunakan untuk membiayai berbagai program dalam enam kluster prioritas, yaitu Kesehatan, Perlindungan Sosial, Dukungan UMKM, Insentif Dunia Usaha, Sektoral K/L dan Pemda, dan Pembiayaan Korporasi.
Sinergi Antar Lembaga
Sinergi yang kuat juga terus dibangun bersama berbagai pihak, termasuk BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Paket kebijakan terpadu untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha telah disiapkan guna memacu pemulihan ekonomi khususnya dari sektor potensial dan strategis.
Selain program PEN, kebijakan BI dan OJK juga diarahkan untuk mengakomodasi pemulihan ekonomi. BI telah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 150 bps sejak 2020 ke level 3,5 persen.
Selain itu, BI menempuh pelonggaran likuiditas (quantitative easing) yang cukup besar, yaitu mencapai Rp 726,57 triliun pada 2020 dan Rp 50,29 triliun pada 2021 (per 16 Maret).
Berbagai program penting yang telah diluncurkan seperti pelonggaran uang muka pembelian kendaraan, pelonggaran Loan to Value/Financing to Value kredit/pembiayaan properti, perpanjangan restrukturisasi kredit debitur terdampak Covid-19 serta relaksasi Aset Tertimbang Menurut Rasio (ATMR) kredit kendaraan bermotor dan rumah tinggal menjadi contoh sinergi kebijakan yang kuat dan terkoordinasi dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.
“Kegiatan ini menunjukkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi yang didukung oleh suatu sinergi yang kuat dari Pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan kita semua. Dan tentu saja dalam konteks ini, ayo kita semua, perbankan, Bank Himbara, Bank Swasta, dan dunia usaha agar terus menjaga optimisme yang penting dalam upaya memulihkan ekonomi,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Berbagai manfaat program PEN telah dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha, antara lain yaitu insentif khusus tenaga kesehatan, berbagai bansos untuk melindungi konsumsi dan daya beli masyarakat miskin dan rentan, bantuan cash buffer untuk UMKM, bantuan cashflow dalam bentuk insentif perpajakan bagi dunia usaha, hingga pembentukan proyek padat karya untuk menyerap tenaga kerja.
Melalui kerja keras PEN yang ditopang APBN serta sinergi antar-institusi dan seluruh elemen bangsa, Indonesia mampu menghadapi pandemi di 2020 dan mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi. Perbaikan ini tentunya memberikan optimisme yang menjadi bekal untuk menghadapi 2021, tentunya dengan tetap menjaga kewaspadaan karena pandemi Covid-19 belum usai.
Advertisement
Suku Bunga
Ketua OJK Wimboh Santoso melanjutkan, OJK telah mengimbau kepada industri perbankan untuk mencermati suku bunga. Selain itu juga meminta kepada bank untuk mengamati beberapa perusahaan yang perlu direkstrukturisasi. Beban bagi perbankan untuk melakukan credit rationing.
"Kita harapkan ruang suku bunga cukup besar, kita tunggu waktunya untuk menurunkan ini. Kami harap jika kredit naik pasti untungnya akan lebih besar di 2021, daripada 2020. Kita juga mulai melihat ada gelagat-gelagat dan optimisme yang sudah kelihatan ya, dibandingkan beberapa bulan sebelumnya di 2020," kata Wimboh.
"Ini tentunya ini berkah, kita kerja bersama bukan hanya pemangku kepentingan, tapi juga bapak ibu sekalian para praktisi, baik perbankan maupun para pengusaha. Ini adalah sinergi yang luar biasa, kami apresiasi ini. Kata kunci yang kami pakai bersama-sama adalah sinergi, sinergi, sinergi,” lanjut dia.
Di tahun 2021, Pemerintah akan terus bekerja keras untuk memperkuat berbagai langkah untuk mengendalikan pandemi serta memulihkan ekonomi. Pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi dapat pulih pada rentang 4,5 sampai dengan 5,3 persen di tahun 2021.
Selain itu, berkah perkembangan teknologi dan kerjasama internasional membuka peluang pengembangan vaksin Covid-19 berjalan sangat cepat, sehingga pelaksanaan vaksinasi dapat dilakukan sejak akhir 2020. Bersama dengan upaya konsisten 3M dan 3T, vaksin diharapkan menjadi game changer untuk mempercepat pengendalian pandemi.
Apresiasi
“Kita harus apresiasi kepada pemerintah yang telah bekerja keras luar biasa, di situasi pandemi yang sebenarnya sangat susah untuk negara kita yang begitu banyak penduduknya, Tapi kita tetap stabil, mendapatkan rating BBB, bahkan sudah diprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sebesar 5,3 persen. Di 2022, kita harapannya 6 persen. Sekarang vaksinasi sudah begitu berjalan dengan sangat baik. Ini membikin kepercayaan kita bahwa kita jadi bisa melakukan suatu kegiatan. Dan itu mudah-mudahan dengan semangat kita bersama, kerja sama kita bersama, gotong royong kita bersama. Kita akan mencapai seperti yang kita harapkan,” ungkap Ketua Komisi XI DPR RI.
APBN akan terus bekerja keras menjadi instrumen countercyclical untuk semakin memperkuat momentum pemulihan ekonomi. Di dalam alokasi PEN 2021, salah satu kenaikan anggaran terjadi pada pos kesehatan antara lain untuk mendukung pembiayaan vaksinasi serta penguatan 3T. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah untuk menuntaskan pengendalian pandemi, yang merupakan pondasi utama untuk pemulihan ekonomi yang solid ke depan.
Selain itu, Pemerintah juga akan mendorong refocusing belanja, agar APBN yang ekspansif dapat secara optimal memberi daya ungkit pada ekonomi. Di samping itu, Pemerintah juga terus memperkuat agenda reformasi structural, untuk memperkokoh pondasi ekonomi ke depan. Saat ini, langkah reformasi yang penting adalah implementasi dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Diharapkan, UU Cipta Kerja akan mendorong investasi dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Berbagai upaya Pemerintah tersebut memberikan optimisme untuk mengembalikan jalur pembangunan menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
Advertisement