Liputan6.com, Jakarta Emonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai, sikap pemerintah melarang mudik Lebaran 2021 terkesan plin-plan. Padahal sebelumnya, pemerintah menyatakan bahwa mudik tahun ini tidak dilarang atau diperbolehkan.
"Titik kritisnya pada kebijakan maju mundurnya pemerintah. Kebijakan plin-plan mempengaruhi ekspektasi dunia usaha khususnya sektor tertentu yang sebelumnya berharap ada kenaikan penjualan saat mudik diperbolehkan," kata Bima saat dihubungi merdeka.com, Jumat (26/3/2021).
Dia mengatakan, dampak kebijakan ini juga membuat beberapa sektor industri yang sempat optimis menjadi pesimis. Misalnya saja sektor otomotif. Adanya diskon pajak mobil yang diharapkan mampu genjot produksi, justru buyar gara-gara kebijakan pemerintah berubah. Mengingat masyarakat, menginginkan menggunakan mobil baru untuk mudik ke kampung halaman.
Advertisement
Kemudian pengusaha fashion. Kebanyakan mereka juga sudah memiliki stok bahan baku dan mendesain baju lebaran. Akibat adanya larangan mudik maka mereka menanggung kerugiannya.
"Ada juga yang siap merekrut karyawan yang sempat di PHK dengan harapan penjualan semasa mudik naik maka butuh tambahan tenaga kerja. Nah kerugian itu kalau ditotal tentu besar sekali akibat ketidakpastian kebijakan," jelas dia.
Oleh sebab itu, lanjut dia pertumbuhan kuartal yang bertepatan dengan mudik lebaran sebelumnya mungkin bisa positif, tapi terpaksa proyeksinya harus diturunkan kembali. Mengingat beberapa sektor tertentu mengalami dampak dari kebijakan tersebut.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mudik Lebaran 2021 Dilarang, Organda: Pemerintah Tega Banget
Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengatakan, pengusaha bus telah babak belur dan rugi besar akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan. Derita itu bakal makin bertambah, karena pemerintah telah melarang mudik Lebaran 2021 pada 6-17 Mei 2021.
DPP Organda Ateng Haryono mengungkapkan, ia sebenarnya masih bersyukur lantaran operasi bus antar kota antar provinsi (AKAP) masih bisa bertahan dari krisis pandemi ini.
"Wong sekarang ini kita sebetulnya kalau diomongin dengan normal kita sudah rugi babak belur nih. Kita mau bertahan hidup aja udah bersyukur banget. Syukur Alhamdulillah kita masih tetap bertahan gini," kata Ateng kepada Liputan6.com, Jumat (26/3/2021).
Namun, ia kini tengah bersiap menghadapi larangan mudik lebaran 2021. Meski mengaku bisa menerima keputusan tersebut, Ateng menyayangkannya lantaran itu bakal makin mempersulit bisnis pengelolaan bus.
"Apalagi ditambah potensi yang mempersulit itu, ya enggak apa-apa, ya cuman kok tega banget. Seharusnya kan mustinya melakukan kesempatan, tapi dimitigasi lebih baik potensi yang bisa muncul jadi persoalan," ujarnya.
Ateng lantas berkaca pada larangan mudik Lebaran 2020, dimana angkutan umum resmi jadi pihak pertama yang diberikan arahan. Sebaliknya, pemerintah seolah abai akan laju kendaraan pribadi selama masa mudik lebaran tersebut.
"Ya kita kan ngikut, kita tidak melawan untuk dilakukan itu. Tapi kalau kemudian pelarangannya hanya berjalan untuk yang resmi saja, kasian mereka. Karena akhirnya yang resminya dilarang, tapi pada akhirnya yang tidak resmi berjalan," tuturnya.
Advertisement