Liputan6.com, Jakarta- Menyambut turis dan menjelaskan tentang keindahan Bali. Itulah pekerjaan utama Ketut Astika, atau akrab dipanggil Ketut Mayong selama kurang lebih 15 tahun sebagai supir travel sekaligus tour guide. Namun, kini pandemi Covid-19 menghadang mata pencaharian dia. Seluruh usaha pariwisata otomatis mati, dan Ketut tak berkutik.
Tak ada turis berarti tak ada penghasilan. Inilah realita pahit dari pandemi. Hanya berdiam diri dan menunggu roda pariwisata untuk berjalan lagi pun nampak seperti impian kosong. Pandemi tak akan berakhir dengan cepat, namun kebutuhan hidup kian menuntut. Ketut sadar dia harus Berani Berubah bila ingin bisa bertahan dalam situasi sulit ini.
Akhirnya, ide untuk berjualan kopi di jalanan pun muncul. "Pandemi datang, semua pada susah keadaan, saya akhirnya memulai jualan kopi ini. Pandemi mulai bulan Maret, akhirnya saya berjualan ini Oktober tahun 2020," tutur dia kepada Tim Berani Berubah.
Advertisement
"Saya pelajari semua cara meracik kopi tuh sudah dua tahun lalu secara otodidak dari internet, bagaimana cara memproses dari awal sampai akhir," lanjut Ketut.
Kopi yang dijualnya memang bukan sembarang kopi asal seduh. Menggunakan keahlian meracik ala barista, Ketut membuat konsep baru dan unik dalam berjualan kopi di jalan. Kopi buatannya dimulai dari biji kopi yang harus digerus terlebih dahulu. Persis seperti cara pembuatan kopi di kafe-kafe.
Meski begitu, dia tetap menjual dengan harga yang terjangkau. Berbekal sepeda gayung yang sudah dimodifikasi agar bermeja dan bisa memanaskan air, Ketut menjual kopi racikannya yang tak kalah kualitas dengan kopi di kafe mahal.
"Murah tapi yang kita jual itu memang eksklusif, rasa bintang lima harga kaki lima istilahnya,"Â ucap dia.
"Di Denpasar sendiri tidak ada orang yang jualan kopi yang betul-betul kopi enak di pinggir jalan, jadi ya sudah saya bikin berkreasi seperti ini," sambungnya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ingin Bisa Bantu Orang Lain
Penghasilan Ketut dari berjualan kopi di jalan kini bisa menopang hidup istri dan dua anaknya. Ketut bersyukur dan bisa merasa sedikit lega.
"Saya sangat bersyukur sampai detik ini saya masih bisa bertahan, menghidupi keluarga saya di Denpasar. Di Denpasar itu ya lumayan, untuk biaya hidup lumayan mahal," dia menjelaskan.
Namun, misinya bukan hanya sekedar menghidupi keluarga, tapi juga untuk mempopulerkan cara berjualannya yang unik. Ketut memiliki mimpi agar bisa memiliki gerobak lainnya guna membantu hidup mereka yang tidak punya penghasilan.
"Saya pengen punya gerobak yang lain dan membantu orang lain. Kalau ada orang yang mau berjualan seperti ini, membantu keluarga mereka juga. Saya pengen maju juga, tapi harus didasari dengan kemanusiaan juga biar bisa survive," Ketut mengatakan.
"Yang penting kita harus tetap berusaha karena hidup tidak hari ini, hidup untuk beberapa tahun ke depan. Yang penting positive thinking dan sehat," dia mengakhiri.
Pastinya cerita ini menjadi kisah inspiratif untuk pantang menyerah di saat kondisi terpuruk. Yuk, ikuti kisah ini maupun yang lainnya dalam Program Berani Berubah, hasil kolaborasi antara SCTV, Indosiar bersama media digital Liputan6.com dan Merdeka.com.
Program ini tayang di Stasiun Televisi SCTV setiap Senin di Program Liputan6 Pagi pukul 04.30 WIB, dan akan tayang di Liputan6.com serta Merdeka.com pada pukul 06.00 WIB di hari yang sama.
Ingin tahu cerita lengkapnya, simak dalam video berikut ya.
Advertisement