Liputan6.com, Jakarta - Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperbaiki iklim investasi Indonesia mendapat apresiasi berbagai kalangan. Menurut Sri Mulyani, mahalnya biaya logistik Indonesia menjadi penyebab keengganan investor merealisasikan investasinya di Tanah Air.
Saat meresmikan Batam Logistic Ecosystem, Sri Mulyani menyatakan biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari PDB (produk domestik bruto) nasional. Persentase itu jauh di atas rata-rata biaya logistik di negara tetangga yang hanya sekitar 10 persen. Biaya logistik di Malaysia, misalnya, hanya 13 persen dari PDB.
Baca Juga
Menggapi hal tersebut, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan, selain biaya logistik, masih banyak faktor lain yang menurutnya juga perlu mendapat perhatian pemerintah.
Advertisement
Sejumlah aspek lain mulai dari sinkronisasi antar kementerian dan regulasi yang tumpang tindih antara pusat dengan daerah, serta antar kementerian maupun lembaga pemerintah, turut menghambat investasi.
Bahkan kehadiran Omnibus Law dan terbitnya sovereign wealth fund (SWF) juga tidak serta-merta dapat memuluskan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
“Apakah hal tersebut cukup? Tentu tidak. Butuh kebijakan turunan yang perlu dilakukan pada level daerah karena memang ada ketidaksinkronan antara pusat dengan daerah. Periode pertama misalnya ada delapan paket kebijakan, pemerintah bisa dikatakan gagal menarik investasi,” ujarnya, seperti dikutip, Senin (29/3/2021).
Selain itu, Rifky juga menilai faktor lain yang kerap jadi penghambat masuknya investasi ke Indonesia adalah soal biaya tenaga kerja yang relatif mahal ditambah dengan kemampuan yang rendah.
Selain itu, aspek insentif investasi juga menjadi salah satu faktor penentu guna meningkatkan daya saing investasi nasional. Kepastian insentif investasi bukan hanya untuk mengundang investor baru saja, melainkan juga untuk memberikan perlakuan yang lebih baik bagi investor yang sudah menanamkan investasinya di Indonesia.
International Monetary Fund (IMF) dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) juga pernah menyatakan bahwa insentif investasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam menjamin ekosistem kemudahan berusaha.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Investasi Cetak Rekor, Singapura Tegaskan Kembali Komitmen ke Indonesia
Pemerintah mengapresiasi komitmen Singapura untuk terus menanamkan investasi dan bekerjasama dengan Indonesia. Komitmen ini juga ditegaskan pada pertemuan bilateral di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian antar kedua negara, Jumat, 26 Maret 2021.
Pertemuan tersebut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Singapura Vivian Balakrishnan.
Investasi Singapura mencatatkan rekor tertinggi pada 2020. FDI Singapura mencapai USD 9,8 miliar, meningkat 34 persen dibandingkan tahun 2019 dan merupakan rekor tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
“Kantor kami selalu terbuka untuk inisiatif dan kolaborasi yang diprakarsai bersama untuk terus mempromosikan peluang bisnis di Indonesia dan Singapura”, ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat pertemuan.
Pertemuan ini merupakan kelanjutan hasil pertemuan tingkat menteri Indonesia-Singapura yang sebelumnya digelar secara virtual dengan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura. Ini juga merupakan rangkaian kunjungan Menteri Luar Negeri Singapura ke beberapa negara anggota ASEAN.
“Saya berharap Indonesia dapat terus bekerja sama dengan Pemerintah Singapura terutama memperdalam kerja sama ekonomi antara kedua negara dan mengatasi tantangan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung,” ujar Airlangga.
Menlu Singapura Vivian Balakrishnan memastikan pihaknya berkomitmen bekerja sama erat dengan Indonesia, dalam hubungan bilateral dan multilateral. Kerjasama dibutuhkan untuk pulih dari ekses pandemi.
“Kita tidak dapat pulih sendirian, melainkan membutuhkan peran seluruh wilayah untuk bekerja sama,” tutur dia.
Kedua menteri membahas beberapa topik penting. Di antaranya persiapan dan deliverables pertemuan Leaders’ Retreat antara Perdana Menteri Singapura dengan Presiden Republik Indonesia.
Terdapat beberapa hal penting dari kerja sama ekonomi bilateral Indonesia-Singapura, sebagaimana dibahas dalam Pertemuan Tingkat Menteri yang diadakan pada tanggal 15 Oktober 2020 yang lalu tentang Enam Kelompok Kerja Ekonomi Bilateral (6WG), yaitu 1) Batam-Bintan-Karimun dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lainnya, 2) investasi, 3) ketenagakerjaan, 4) transportasi, 5) agribisnis, dan 6) pariwisata.
Advertisement