Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta kepada PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) kooperatif dalam sidang Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara No. 06/KPPU-L/2020 tentang Dugaan Praktek Diskriminasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terkait Pemilihan Mitra Penjualan Tiket Umrah Menuju dan dari Jeddah dan Madinah (atau dikenal dengan Kasus Tiket Umrah).
"PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) tidak menghadiri panggilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai saksi dalam Sidang," tulis keterangan KPPU seperti dikutip Liputan6.com, Selasa (30/3/2021).
Baca Juga
KPPU menyebutkan, ini merupakan panggilan pertama yang dialamatkan KPPU kepada Lion Air untuk kasus dimaksud.
Advertisement
Dalam penjelasannya, Lion Air dalam perkara di atas merupakan salah satu saksi dari pihak Majelis Komisi, khususnya guna memperkuat alat bukti adanya praktek diskriminasi yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam pemilihan mitra penjualan tiket umrah.
"Atas panggilan sidang KPPU, Lion Air tidak memberikan konfirmasi kehadiran apapun terkait panggilan tersebut," sebut KPPU.
Sebagaimana Pasal 41 ayat (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999), pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
Apabila melanggar ketentuan pasal tersebut, KPPU dapat menyerahkannya kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk itu, KPPU menghimbau agar Lion Air bersikap kooperatif dalam memenuhi setiap panggilan yang akan disampaikan KPPU untuk proses pemeriksaan yang berjalan," pinta KPPU.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Melanggar UU Praktik Monopoli, KPPU Denda Lion Air Group Rp 3 Miliar
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan tiga perusahaan yang tergabung dalam Lion Air Group terbukti melakukan praktik diskriminasi terkait dengan kerja sama penjualan kapasitas kargo dalam jasa pengangkutan barang dari beberapa bandara. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express.
Sedangkan diskriminasi kerja sama penjualan kapasitas kargo tersebut terjadi di Bandara Hang Nadim ke Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma, Bandara Juanda, dan Bandara Kualanamu.
Dalam putusan tersebut, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 1 miliar kepada masing-masing Terlapor, sehingga secara total, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3 miliar kepada Lion Air Group.
Sementara terlapor lain, yakni PT Wings Abadi, dinyatakan tidak melanggar, karena tidak memiliki jadwal penerbangan untuk rute yang menjadi objek pada perkara ini.
Dikutip dari keterangan tertulis KPPU, Selasa (30/3/2021), perkara inisiatif dengan nomor register 07/KPPU-I/2020 ini bermula dari adanya penumpukan kargo baik barang, pos dan kargo yang terjadi di Bandara Hang Nadim Batam pada periode Juli-September 2018.
Dalam penyelidikan, didapatkan bukti adanya perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Wings Abadi selaku pelaku usaha angkutan udara niaga berjadwal yang menyediakan layanan jasa angkutan barang dari bandar udara tertentu ke bandar udara tujuan, dengan PT Lion Express yang merupakan perusahaan jasa pengiriman paket dan dokumen secara door to door ke seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan penerbangan Lion Air Group.
Dalam kerja sama tersebut, KPPU menemukan adanya hak ekslusif kepada PT Lion Express untuk penggunaan kapasitas kargo sebesar 40 ton per hari untuk 4 rute penerbangan yang telah disepakati.
Tindakan tersebut terbukti menutup dan atau mempersulit akses pengiriman barang bagi agen kargo yang terdaftar sebagai agen resmi selain PT Lion Express, sehingga terpaksa menggunakan jasa kargo alternatif lain dan atau perantara agen-agen kargo lain.
Namun, perilaku diskriminasi tersebut tidak berjalan efektif karena PT Lion Express tidak berhasil mengambil konsumen agen-agen kargo lain dan justru berpindah ke maskapai lain.
Advertisement
Fakta Persidangan
Berdasarkan berbagai fakta di persidangan tersebut, Majelis Komisi akhirnya memutuskan PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
PT Wings Abadi tidak terbukti melanggar, karena tidak memiliki jadwal penerbangan untuk rute yang menjadi objek pada perkara ini.
Untuk itu, Majelis Komisi menghukum PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express untuk masing-masing membayar denda sebesar Rp 1 miliar.
Lebih lanjut, memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain seperti sifat kooperatif, dampak negatif, dampak pandemi Covid-19 kepada para Terlapor, dan fakta bahwa perjanjian tersebut telah dihentikan, maka Majelis Komisi juga menetapkan bahwa denda tersebut tidak perlu dilaksanakan oleh para Terlapor, kecuali jika dalam jangka waktu 1 tahun semenjak Putusan berkekuatan hukum tetap, ketiga Terlapor melakukan pelanggaran Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.