Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Gerlink, Ghozalfan Basarah membeberkan 5 kunci sukses mengalahkan produk impor di pasaran. Kunci sukses tersebut diperoleh dari hasil menciptakan dan memasarkan alat terapi oksigen beraliran tinggi atau High Flow Nasal Cannula (HFNC) untuk pasien Covid-19.
"Kunci pertama adalah pelajari teknologi dan konsep yang digunakan oleh produk impor. Kita diawal belajar dari produk impor. Kita sampai membongkar alat-alat yang sudah eksisting dan kami bandingkan antar produk," ujarnya, Jakarta, Selasa (30/3).
Basarah mengatakan, kunci kedua adalah harus dapat memaksimalkan dana riset perusahaan maupun melakukan kolaborasi dengan stakeholder lain untuk menekan penggunaan dana. Tentunya, kolaborasi ini membutuhkan kesabaran sebab kedua belah pihak sama sama memiliki pola cara kerja sendiri.
Advertisement
"Kolaborasi tetap perlu tapi terkadang teman-teman industri tak sabar, pengen cepet balik modal. Sehingga tidak klop dengan para peneliti. Menghasilkan produk dan memasarkan ini ada seninya, bukan seperti jualan, jadi langsung jual. Ada proses yang harus dilakukan, gagal mati atau bagaimana harus terus berjuang," paparnya.
Kemudian, setelah produk jadi pemilik barang harus melakukan survei harga ke pasar dan mempelajari skema marketing produk impor. Lalu, jangan sampai harga jual produk lokal jauh lebih mahal dari produk impor. Namun harga produk masih boleh menyamai harga produk impor.
"Butuh waktu dan kesabaran untuk menghadirkan riset baru. Kemudian survei harga jual produk impor bagaimana masuk ke dokter dan perawat. Harga kita dengan harga produk impor harus bersaing bahkan kalau bisa lebih bawah. Tetapi sama pun masih bisa," jelas Basarah.
Terakhir, memperkuat hubungan setelah transaksi jual beli selesai. "Perkuat Aftersales, jangan pernah hitung-hitungan dengan customer. Pelatihan ulang kapan pun akan dilayani. Pelayanan 24 jam non stop dengan cabang di kota-kota besar," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sempat Ditolak RS, Alat Bantu Pernapasan Pasien Covid-19 Buatan Lokal Kini Laku Keras
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan PT Gerlink menciptakan alat terapi oksigen beraliran tinggi atau High Flow Nasal Cannula (HFNC) untuk mencegah pasien Covid-19 gagal bernafas lantaran serangan Virus Corona dan penyakit paru-paru kronis. Alat tersebut sempat mendapat keraguan dari Rumah Sakit (RS) baik dokter maupun perawat.
Direktur Utama PT Gerlink, Ghozalfan Basarah mengatakan, pihaknya mendapat banyak tantangan ketika berupaya mengenalkan alat bantu pernapasan yang diberi nama GLP HFNC-01. Diproduksi sejak awal pandemi, alat ini mendapat berbagai penolakan dari berbagai RS karena dinilai tidak bisa menyamai kualitas produk impor.
"Alat kita disitu sudah lama didiamkan, bahkan harus di uji lagi. Saya tungguin aman atau tidak, kepanasan atau tidak. Itupun belum diterima dokter, ada saja alasan dokter sehingga alat kita tidak digunakan," ujar Basarah dalam diskusi secara daring, Jakarta, Selasa (30/3).
Basarah mengatakan, pihaknya tak putus asa dengan penolakan-penolakan yang ada. Terlebih, saat awal pandemi kebutuhan alat bantu nafas sangat tinggi. Kegigihan tersebutpun mendatangkan keberhasilan. RS kemudian mau mencoba GLP HFNC-01 karena sudah tidak ada pilihan lain.
"Hingga saat itu pasien harus membutuhkan, alat kami baru digunakan. Pejuang-pejuang alat lokal itu harus benar-benar sabar. Besoknya saya tanya bagaimana alat kami, dokter bilang bisa meningkatkan saturasi sama dengan alat impor. Tapi itu dia, ada drama terlebih dahulu sebelum digunakan kepada pasien. Padahal alat kami sudah ada lama disitu," jelasnya.
Basarah melanjutkan, kini alat bantu nafas tersebut sudah banyak dipesan RS. Jumlah yang diproduksi oleh Gerlink hingga kini mencapai 1.140 buah. Padahal awal produksi hanya ditargetkan sebanyak 100 alat.
"GLP HFNC-01 di awal pandemi Maret kita mulai meriset alat ini 24 jam nonstop. Hingga akhirnya Juni izin edar dari Kemenkes keluar. Jumlah yang diproduksi sampai sekarang 1.140, jumlah terjual 967 dan sudah terpakai di RS 326, yang sudah menggunakan. Ini tidak dikira-kira karena target awal hanya 100 karena mengingat perjuangan di alat lokal ini memang tidak mudah," tandasnya.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement