Sukses

Manfaatkan Limbah Batu Bara, Negara Hemat Rp 4,3 Triliun

Pemerintah mengeluarkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah batu bara dari kategori limbah berbahaya

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, dikecualikannya limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah batu bara dari kategori limbah berbahaya dan beracun dapat memberi keuntungan baik bagi negara, pengusaha maupun secara kelingkungan.

Rida bilang, negara bisa hemat hingga Rp 4,3 triliun sampai tahun 2028 jika memanfaatkan FABA dalam pembangunan infrastruktur.

"Tahun 2020, penggunaan beton dicampur FABA terhitung dapat menekan biaya dibandingkan penggunaan beton konvensional sehingga memberi efisiensi anggaran pembangunan infrastruktur Rp 4,3 triliun sampai 2028," jelasnya dalam diskusi virtual, Kamis (1/4/2021).

Selain itu, lanjut Rida, terdapat pula potensi penyerapan tenaga kerja dari pemanfaatan FABA ini. Tidak hanya dalam pembangunan infrastruktur, limbah FABA juga dapat dimanfaatkan menjadi material pendukung untuk stabilitasi lahan, reklamasi bekas tambang bahkan dalam sektor pertanian.

Pemanfaatan limbah ini juga sudah dilakukan beberapa negara, seperti Jepang yang tingkat pemanfaatan FABAnya mencapai 57 persen dan China sebesar 67,1 persen.

Sebagaimana diketahui FABA ini merupakan limbah yang berasal dari PLTU, berupa abu batubara. Karena penggunaan batubara di PLTU skalanya besar, maka jumlah limbah yang dihasilkan juga lebih banyak.

"Sebelum dicabut dari kategori berbahaya, di Indonesia limbah batu bara PLTU ini belum termanfaatkan dengan baik. Dengan ditetapkan sebagai limbah non B3 maka bisa dimanfaatkan secara maksimal," ujar Rida.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

PLN Manfaatkan Limbah Pembakaran Batu Bara Jadi Bahan Bangunan

PT PLN (Persero) mendorong pemanfaatan material Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) untuk menjadi bahan baku keperluan berbagai sektor yang dapat mendorong ekonomi nasional. FABA ialah limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

"Kami mengapresiasi setinggi-tingginya atas langkah pemerintah dalam hal ini Kemenko Marves, Kementerian LHK, dan KPK yang telah berkolaborasi untuk menjadikan FABA menjadi limbah Non B3," tutur Wakil Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.

Optimalisasi pemanfaatan tersebut dilakukan menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dari hasil uji karakteristik FABA yang dilaksanakan Kementerian LHK pada 7 kategori, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan. Best practice dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India juga tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3.

Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan tetap dipenuhi sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).

PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat.

PLN meyakini pemanfaatan FABA dapat mendorong ekonomi nasional karena dapat memberikan nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai hal di sektor konstruksi, infrastruktur, pertanian dan lainnya. Berbagai sektor diharapkan bisa ikut serta memanfaatkan FABA, mulai dari UMKM, bisnis, industri, hingga pemerintah.

"Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA di beberapa lokasi, dan hasilnya luar biasa," jelasnya.

Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, FABA sendiri telah berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin dari Kementerian LHK, PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving dan beton pracetak yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut.

Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.

Sepanjang tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B milik PLN telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur, setelah tahun lalu membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako.