Liputan6.com, Jakarta Pemerintah secara resmi telah melarang kegiatan mudik lebaran 2021. Alasan utama dari kebijakan ini adalah untuk mendukung program vaksinasi dan mencegah penyebaran Covid-19.
Ekonom Senior Institute for development of Economic and Finance (INDEF) Aviliani menanggapi, kebijakan larangan mudik lebaran ini akan menjadi boomerang bagi pemerintah, khususnya dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi.
"Sebenarnya waktu mulai vaksin saja sudah ada optimisme dari masyarakat, cuma kan pemerintah tetap membatasi orang enggak boleh pulang kampung, orang di mal-mal masih 50 persen, jadi dari sisi masyarakatnya sih sudah mulai ada pergerakan dari sisi konsumsi sebenarnya," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (2/4/2021).
Advertisement
Seperti diketahui, momen mudik lebaran menjadi salah satu harapan pemerintah dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi di masa sebelum pandemi. Banyk UMKM dan sektor ekonomi lainnya yang mengharapkan mendapatkan cuan dari pergerakan masyarakat tersebut.
Meski demikian, Aviliani memprediksi, dengan adanya pembatasan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 akan menyentuh 3-4 persen.
"Kemungkinan pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun ini kita bisa tumbuh sampai sekitar 3-4 persen lah. Masih lebih rendah diobandingkan normal, karena kemungkinan kita baru bisa menyelesaikan vaksin baru 9-10 bulan paling cepat. Sudah lebih baik sih dari 2020, cuma memang enggak bisa senormal 2019," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selain Vaksin, Belanja Infrastruktur Pemerintah Bisa Percepatan Pemulihan Ekonomi
Sejumlah pihak optimis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 lebih baik jika dibandingkan 2020. Hal ini lantaran tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat. Program vaksinasi nampaknya menjadi andil utama dalam pemulihan ekonomi.
Ekonom Senior Institute for development of Economic and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan, meski vaksinasi menjadi 'game changer' dalam pemulihan ekonomi, namun tetap tergantung kepada gerak cepat pemerintah dalam merealisasikan belanja APBN.
"Memang kalau dilihat di 2021 anggaran pemerintah untuk infrastruktur sama beberapa proyek strategis cukup besar, hampir Rp 400 triliun lebih. Tapi problemnya implementasinya harus lebih cepat. Jadi ibaratnya sudah banyak uang, tapi belanjanya lambat. Jadi memang motor penggerak utama tahun ini harusnya dari belanja pemerintah," ungkap Aviliani kepada Liputan6.com, Kamis (1/4/2021).
Seiring berjalannya triwulan I 2021, Aviliani melihat belanja APBN oleh pemerintah belum maksimal. Untuk itulah, mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di awal tahun ini diperkirakannya masih minus.
Menurutnya, belanja pemerintah akan lebih tinggi memasuki triwulan II dan III tahun ini. Sehingga menjadi penggerak utama bagi ekonomi Indonesia untuk segera keluar dari resesi.
Seperti diketahui, berjalannya proyek infrastruktur akan memberikan multiflier effect ke sektor yang menjadi turunannya termasuk transportasi, beton, aspal, dan lainnya.
Selain itu, sentimen lain yang menentukan percepatan pemulihan ekonomi, adalah lahirnya Sovereign Wealth Fund (SWF)/ Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Menurut Aviliani, meski belum beroperasi penuh tahun ini, setidaknya lahirnya SWF ini bisa menambah kepercayaan investor terhadap Indonesia.
"SWF kalau tahun ini menurut saya itu masih persiapan. Mungkin tahun depan. Kalau itu sudah terlaksana sih sangat bagus. Akan memberi multipiler effect, karena itu punya BUMN. Jadi orang itu akan lebih yakin investasi kalau lewat BUMN dibanding investasi sendiri," pungkasnya.
Advertisement