Sukses

Ada Perjanjian Dagang Indonesia-Australia, Mi Instan Indonesia Kian Mendunia

IA-CEPA diproyeksikan menjadi sarana optimalisasi keunggulan Indonesia dengan memanfaatkan support dalam supply chain dengan Australia.

Liputan6.com, Jakarta IA-CEPA diproyeksikan menjadi sarana optimalisasi keunggulan Indonesia dengan memanfaatkan support dalam supply chain dengan Australia. Ini akan meningkatkan daya saing dan daya tembus produk-produk Indonesia di negara ketiga.

Demikian dikatakan Wamendag Jerry Sambuaga saat menjadi pembicara dalam sosialisasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA) bersama Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima di Serpong, Banten, beberapa waktu lalu.

“IA-CEPA bukan hanya bermanfaat untuk perdagangan langsung dua negara, tapi juga bisa optimalkan peran powerhouse Indonesia ke negara dunia ketiga. Contohnya, Indonesia bisa dapat bahan baku mi instan yang lebih murah dari Australia melalui IA-CEPA, sehingga mi instan Indonesia makin tumbuh dan menguasai pasar-pasar baru,” kata Jerry dalam keterangannya, Selasa (6/4/2021).

Dalam perjanjian IA-CEPA, ribuan produk asal Indonesia mendapatkan keringanan bea masuk ke Australia sebesar 0 persen. Ini meningkatkan penetrasi produk Indonesia dalam perjanjian bilateral.

Sebaliknya, Indonesia juga bisa memanfaatkan pasokan bahan mentah dan bahan baku dari Australia di berbagai bidang, khususnya di industri yang jadi keunggulan Indonesia seperti industri olahan pangan, tekstil, alas kaki, dan sebagainya.

Manfaat lain adalah di bidang pengembangan kapasitas. Australia menyediakan 200 visa training setiap tahunnya bagi warga negara Indonesia dengan masa tinggal 6 bulan di Australia. Ini bisa jadi sarana bagus untuk meningkatkan skill bagi WNI dalam berbagai bidang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Apresiasi DPR

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima menilai Kemendag cukup berhasil dalam mewujudkan visi Presiden dalam perluasan ekspor. Ini bukan hanya dilihat secara kuantitatif, tetapi juga kualitatif.

“Banyak perjanjian perdagangan selesai dengan tetap mengedepankan kepentingan dalam negeri, khususnya dalam mendukung industri nasional dan UMKM,” kata Aria Bima.

Komisi VI, menurut dia, siap memberikan dukungan dalam berbagai perjanjian perdagangan, baik yang sudah berlaku, masih dibahas, maupun dalam masa penjajakan.

Aria Bima menegaskan sinergi Kemendag dan Komisi VI sangat penting agar kepentingan semua pihak bisa terakomodasi dengan baik. Selanjutnya, menurut Aria Bima, diperlukan langkah pengawalan dari Kementerian, bersama stakeholders lain agar perjanjian-perjanjian itu bisa termanfaatkan dengan optimal.

Kemendag memang terus mengembangkan ekspor nasional melalui percepatan dan perluasan perjanjian internasional. Saat ini misalnya, Kemendag sedang menjajaki 21 perjanjian perdagangan baru. Dari jumlah itu, 18 di antaranya adalah perjanjian bilateral, menyasar mitra non-tradisional yang potensial di Afrika, Amerika Latin, Eropa Timur, dan Pasifik.

Sebanyak 21 perjanjian yang akan digarap itu bakal menyusul kesuksesan penyelesaian 22 perjanjian dagang yang telah ada. Sementara dari 22 perjanjian dagang yang telah selesai, 13 di antaranya sudah mulai berlaku, dan 9 dalam proses ratifikasi. Selain itu, saat ini Indonesia juga masih membahas 8 perjanjian perdagangan dan meninjau ulang tiga perjanjian yang sudah berlaku.

Manurut Wamendag, keseriusan Kemendag ini merupakan wujud atau implementasi dari perjanjian perdagangan yang terbuka. Dalam perjanjian perdagangan, masing-masing negara berusaha menerjemahkan keterbukaan pasar dan integrasi ekonomi global yang sejalan dengan kepentingan nasional masing-masing. Indonesia sendiri, menurut Wamen millenial itu, terus menyeimbangkan manfaat dari berbagai tipe perjanjian perdagangan, yaitu secara bilateral, regional maupun multilateral.