Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mematangkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja di Indonesia yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Jaminan Kehilangan Pekerjaan tersebut merupakan salah satu program yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada 2020 lalu.
Baca Juga
Lalu, apa itu program Jaminan Kehilangan Pekerjaan?
Advertisement
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menjelaskan, program JKP diperuntukkan bagi masyarakat yang masih memiliki keinginan untuk bekerja kembali. Nantinya program ini akan dimasukkan dalam jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek.
"Peserta JKP adalah WNI yang telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial sesuai penahapan kepesertaan dalam Peraturan Presiden nomor 109 tahun 2013," ujar Ida saat rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Rabu (7/4).
Adapun syarat mengikuti program tersebut adalah diberikan pada perusahaan yang tergolong usaha besar dan usaha menengah dengan kepesertaan karyawan mencakup program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian (JKM).
"Sementara untuk usaha kecil dan mikro diberikan kepada karyawan yang diikutsertakan sekurang-kurangnya pada program Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian," jelas Ida.
Ida menambahkan, program tersebut juga nantinya hanya diberikan kepada masyarakat yang belum berusia 54 tahun. Dengan keterikatan bekerja pada perusahaan yang bersifat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Â
Reporter:Â Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Banyak PHK saat Pandemi, Pemerintah Harus Siapkan 15 Juta Lapangan Kerja
Kebutuhan lapangan kerja yang perlu disiapkan oleh pemerintah saat ini mencapai 15 juta lapangan kerja. Hal tersebut mempertimbangkan banyaknya angka pengangguran dan angkatan kerja yang di PHK selama masa pamdemi Covid-19.
Rektor Universitas Sebelas Maret Jamal Wiwoho menjelaskan, jumlah tenaga kerja yang mencari lapangan kerja pada saat ini saja ada sekitar 7 juta, mulai dari Aceh sampai Papua. Kemudian angkatan kerja per tahun di Indonesia bisa mencapai 2,9 juta.
Belum lagi jika melihat data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ada sekitar 4 juta tenaga kerja terkena PHK atau pemutusan tenaga kerja.
"Dengan kata lain maka total lapangan pekerjaan yang perlu disiapkan oleh pemerintah sekitar 15 juta untuk mengatasi kondisi tersebut," kata dia dalam webinar Optimalisasi UU Cipta Kerja Sebagai Strategi Utama Akselerasi Investasi Indonesia, Selasa (30/3/2021).
Dia mengatakan salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi pertumbuhan jumlah tenaga kerja adalah dengan menarik investor sebanyak-banyaknya masuk ke Indonesia. Semakin banyaknya investor yang masuk, maka semakin banyak pula investasi dan lapangan pekerjaan yang terbuka untuk masyarakat.
Jamal memahami, terrbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Undang-Undang Cipta Kerja adalah salah satu bukti pemerintah untuk mendorong investasi melalui berbagai kemudahan perizinan berusaha bagi para investor. Selama ini persoalan tumpang tindih dalam perizinan perusahaan antara pemerintah pusat dan daerah serta kementerian atau lembaga telah menjadi penyebab sulitnya proses perizinan bagi investor yang akan masuk di Indonesia.
"Harus memakan waktu yang lama tetapi calon investor juga harus melewati proses yang berlarut-larut dan cukup panjang. Kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law tersebut diharapkan dapat memberikan ruang yang luas untuk UMKM yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi sekitar 60 peesen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia," jelas dia.
Pada saat ini harus diakui UMKM dalam menjalankan bisnis masih berada pada sektor informal. Oleh karena itu pemerintah harus mendorong agar keberadaan UMKM berubah menjadi sektor formal sehingga bisa memperoleh kemudahan perizinan dan mendapatkan akses kredit dari perbankan di Indonesia.
Advertisement
Manfaat UU Cipta Kerja untuk Perguruan Tinggi
Jamal menambahkan, ada dua manfaat yang bisa diperoleh dari pada wujud implementasi UU Cipta Kerja. Pada bagian hilirnya dapat membantu mendorong laju perekonomian yakni kemudahan dalam hilirisasi riset dan akselerasi hilirisasi riset dan inovasi di daerah.
Perguruan tinggi sangat mengharapkan undang-undang Cipta kerja dapat membuat sebuah pola untuk hilirisasi riset menjadi inovasi semakin mudah cepat dan menarik, sehingga dapat mendorong semangat berinovasi bagi para riset dan inovator yang ada di perguruan tinggi khususnya di Universitas Sebelas Maret. Serta dapat meningkatkan sebuah pola kolaborasi dengan investor, karena jelas riset dan inovasi jelas diatur di dalam undang-undang Cipta kerja tersebut
"Dengan semakin meningkatnya hilirisasi hasil riset dan inovasi dapat digunakan oleh industri dan masyarakat tentu saja akan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang berujung pada terciptanya lapangan kerja bagi seluruh rakyat Indonesia," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.comÂ