Sukses

Gula Rafinasi Langka, Aturan Menperin Jadi Kambing Hitam

Para pengusaha di Jawa Timur mengeluhkan langkanya gula rafinasi

Liputan6.com, Jakarta Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI), KH. Muhammad Zakki menilai Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional merugikan industri makanan minuman (mamin) di Jawa Timur.

“Persoalan yang pertama itu pemicunya adalah Permenperin nomor 3 tahun 2021. Sebenarnya persoalan ini akan selesai kalau Permenperin nomor 3 tahun 2021 ini dikaji,” kata Zakki dalam webinar Kebijakan Impor Gula dan Nasib Industri Makanan dan Minuman Jawa Timur, Rabu (7/4/2021).

Katanya, Permenperin itu menimbulkan pergolakan bagi industri gula, sehingga supply gula di Jawa Timur tidak hanya sekedar langka melainkan kosong. Selain itu, tidak adanya supply juga menyebabkan UMKM bangkrut.

“Ini berdampak pada usaha kecil menengah UMKM sudah mulai pada runtuh. Tidak hanya itu saja, industri makanan dan minuman yang ada di Jawa Timur hampir semuanya mengalami kesulitan untuk supply,” jelasnya.

Zakki menegaskan, Permenperin Nomor tahun 2021 ini terkesan dipaksakan. Kebijakan tersebut bertentangan dengan cita-cita Presiden Jokowi yang menargetkan tahun 2021 ini untuk pemulihan ekonomi dengan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

 “Kalau saya amati, sebenarnya peraturan ini dipaksakan. Menurut saya Permenperin Nomor 3 tahun 2021 ini bertentangan dengan Perpres nomor 10 tahun 2021, yang intinya bahwa Industri gula adalah sektor terbuka bagi investasi. Hak yang sama dengan industri yang lain,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tak Adil

Pemaksaan tersebut menghasilkan ketidakadilan bagi UMKM dan industri. Zakki mengkhawatirkan akan terjadi monopoli dan oligopoli, keberpihakan, dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

“Ini persoalan yang menurut saya menjadi pemicu awal kenapa kegaduhan suplai gula rafinasi di Jawa Timur ini langka, bahkan tidak ada gula rafinasi sehingga menyebabkan multiplier effect,” ungkapnya.

Disamping itu, Permenperin itu mematikan dan membatasi industri lokal untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Permenperin nomor 3 tahun 2021 ini untuk dikaji ulang.

“Menurut saya persoalan penting yang harus ditelisik bersama-sama, bahwa pemicu awal kegaduhan ini dari Permenperin nomor 3 tahun 2021 bertentangan dengan Perpres nomor 10 tahun 2021,” pungkasnya.