Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita yang didirikan mendiang istri Presiden RI ke-2, Soeharto. Sebab, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyebutkan, Yayasan Harapan Kita tidak pernah menyetork pendapatan TMII ke negara.
Dengan pengambilalihan ini, apakah TMII akan segera memberikan pundi-pundi uang kepada negara?
Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, negara tidak akan langsung diuntungkan dengan pengambilalihan ini. Pemerintah disebutnya bahkan harus merugi terlebih dahulu dengan keluar ongkos untuk pengelolaan TMII.
Advertisement
Piter beranggapan, negara baru bisa menikmati keuntungan dari TMII dalam jangka panjang, pasca tempat tersebut telah berhasil dikelola dengan lebih baik.
"Dalam jangka pendek tidak akan banyak dampaknya. Bahkan mungkin pemerintah harus keluar uang untuk mengelola TMII. Pemerintah baru akan bisa mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang setelah TMII dikelola secara lebih baik," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (8/4/2021).
Namun begitu, Piter mengatakan, tujuan pemerintah mengambilalih TMII ini tidak semata hanya karena pertimbangan untung rugi. Menurut dia, Taman Mini Indonesia Indah merupakan aset negara yang harus diselamatkan.
"Pengambilalihan ini adalah sesuatu yang harus dilakukan karena TMII adalah kekayaan negara. Berdasarkan UU, seluruh kekayaan negara harus dikelola oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat," kata Piter.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KPK Dorong Pemerintah Kelola TMII Sejak 2020
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pihaknya telah mendorong pemerintah untuk mengelola langsung aset Taman Mini Indonesia Indah (TMII). KPK sejak 2020 mendorong pengelolaan TMII oleh Kementerian Sekretariat Negara agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan negara dan masyarakat.
"Terkait aset TMII, pada 2020 melalui pelaksanaan tugas koordinasi KPK telah mengoordinasikan dan memfasilitasi para pihak terkait, agar pengelolaan TMII dapat diberikan kepada pemerintah untuk kemudian dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan negara dan masyarakat luas," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (8/4/2021).
KPK menyebut, TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita sejak pertengahan 1970-an berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 51 Tahun 1977. Keppres itu menyatakan TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia dan penguasaan serta pengelolaannya diserahkan ke Yayasan Harapan Kita.
Namun, sesuai Akta Persembahan TMII tertanggal 17 Juni 1987 di hadapan notaris, Yayasan Harapan Kita baru menyerahkan kepemilikan TMII kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang terdiri atas lahan tanah dan seluruh bangunan yang ada di atasnya.
Dia mengatakan, KPK akan terus mendorong pemerintah untuk menertibkan aset-aset milik pemerintah yang dikelola oleh pihak ketiga.
"KPK menemukan banyaknya aset daerah atau negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan terjadinya kerugian negara," kata Ipi.
Menurut dia, hilangnya aset negara disebabkan beberapa hal, di antaranya aset tidak memiliki dokumen legal, tidak dikuasai secara fisik, atau dalam sengketa. Tata kelola aset yang baik akan menghindari potensi kerugian karena aset yang berpindah tangan, diperjualbelikan atau dikuasai oleh pihak ketiga.
"Melalui fokus area intervensi manajemen aset, KPK mendorong untuk dilakukan penertiban, pemulihan dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara," kata dia.
Advertisement
Pindah Tangan Pengelolaan TMII
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Dengan adanya perpres tersebut, maka Keputusan Presiden Nomor 51/1977 dinyatakan berakhir yaitu pengelolaan Yayasan Harapan Kita yang didirikan oleh mendiang istri Presiden ke-2 RI Soeharto, Tien Soeharto.
"Dengan berakhirnya penguasaan dan pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah, Yayasan Harapan Kita wajib menyerahkan laporan pelaksanaan dan hasil pengelolaan TMII kepada Kementerian Sekretariat Negara," dalam pasal 2 dikutip merdeka.com, Rabu (7/3/2021).
Sebelum dilakukan serah terima, Yayasan Harapan Kita dilarang membuat atau mengubah perjanjian terkait pengelolaan TMII dengan pihak lain tanpa persetujuan tertulis dengan Kemensetneg. Tetapi tidak terbatas pada pelepasan aset, perjanjian utang, perjanjian sewa menyewa, penjaminan, perjanjian kerja, pernerbitan surat utang.
"Dilarang mengganti pengurus, direksi, manajemen pengelola TMII tanpa persetujuan Menteri Sekretariat Negara," dalam pasal 2 ayat 3 poin b.
Kemudian wajib berkoordinasi dengan Kemensetneg dalam melakukan proses pengakhiran dan transisi pengelolaan TMII. Kemudian dalam pasal 3 dijelaskan Mensesneg membentuk tim yang bertugas menerima laporan pelaksanaan dan hasil pengelolaan TMII, mempersiaoan, melakukan serah terima, mewakili Kemensetneg dalam berkoordinasi dengan yayasan tersebut.
"Kemensetneg dalam melakukan pengelolaan TMII dapat bekerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidangan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah," dalam pasal 5.
Kemudian karyawan tetap yang bekerja pada pengelolaan TMII dapat dipekerjakan kembali jadi karyawan pada pengelolaan baru TMII. Selanjutnya Peraturan Presiden tersebut berlaku pada 31 Maret 2021.Â
Tak Pernah Setor ke Kas Negara
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Setya Utama menyebut Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor pendapatan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ke negara. Adapun yayasan milik keluarga Presiden ke-2 RI, Soeharto ini mengelola TMII selama 44 tahun.
"Benar (Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor ke kas negara)," ucap Setya saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Hal ini pula lah yang menjadi salah satu alasan pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita. Pasalnya, pemerintah ingin agar TMII tersebut memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.
"Untuk optimalisasi aset, kontribusi ke negara salah satunya. Yang penting lainnya, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat segala kalangan," jelas Setya.
Sebelum akhirnya diambil alih negara, Setya mengatakan Kemensetneg telah memberikan pengarahan terlebih dahulu kepada pengelola TMII agar meningkatkan kualitas pelayanan. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar TMII diambil alih Kemensetneg.
"Kita berikan arahan dulu, lakukan legal dan financial audit, pertimbangkan rekomendasi BPK dan pihak-pihak lainnya, dan putuskan harus diambil alih," kata Setya.Â
Advertisement