Sukses

Rupiah Melemah ke 14.617 per Dolar AS, Tertekan Imbal Hasil Obligasi AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.607 per dolar AS hingga 14.617 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini. pelemahan rupiah tertekan kenaikan imbal hasil obligasi AS. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (13/4/2021), rupiah dibuka di angka 14.612 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.595 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus melemah ke 14.615 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.607 per dolar AS hingga 14.617 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 4,02 persen.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi, melemah tertekan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS.

"Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS naik seiring pasar yang mencerna pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell bahwa bank sentral AS masih berkomitmen untuk mempertahankan kebijakan longgar," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dalam kajiannya di Jakarta, seperti dikutip dari Antara.

Tingginya tingkat imbal hasil obligasi AS didorong ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS yang solid karena didukung stimulus besar dan upaya vaksinasi yang agresif di AS.

Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik ke level 1,67 persen pada Senin (12/4) setelah Powell menegaskan kembali komitmen The Fed untuk mempertahankan kebijakan moneter yang longgar atau dovish.

Selanjutnya pada hari ini pasar akan menantikan data Consumer Price Index (CPI) AS yang dijadwalkan rilis pada pukul 19.30 WIB.

"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah di rentang 14.585 per dolar AS hingga 14.610 per dolar AS," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Rupiah Digital Bikin Praktik Korupsi Makin Sulit?

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencanangkan penerbitan rupiah digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Mata uang digital ini bakal dirilis untuk merespon kehadiran cryptocurrency yang marak di beberapa negara.

Adanya CBDC dinilai akan meningkatkan keamanan sistem keuangan dari praktik shadow banking dan korupsi. Hal ini dikarenakan seluruh pengawasan terhadap CBDC dilakukan langsung oleh Bank Indonesia dan tercatat oleh sistem.

"Nantinya shadow banking bisa terbaca sama BI, praktik ilega jugal bisa kebaca dengan digital, pencucian uang, terorisme, korupsi. Ke depannya kalau punya digital currency, korupsinya mungkin nggak bisa pakai uang," kata Senior Partner UMBRA Putu Raditya Nugraha dalam diskusi virtual, Senin (12/4/2021).

Kendati begitu, risiko korupsi masih akan ada, namun bukan dengan uang, tapi dengan barang lain yang dipindahtangankan.

Meski begitu, implementasi uang digital ini harus dilakukan dengan memperhatikan infrastruktur digital dan hukumnya.

"Karena ini jadi currency, jadi semuanya ya harus menggunakan. Harus dipastikan teknologi yang digunakan sama antara masyarakat dengan operator," ujar ahli keuangan digital Advento Silaban.

Lalu, pemerintah dan BI juga perlu menentukan konsep rupiah digital yang berlaku di Indonesia. "Jadi seperti apa bentuknya, ini kan tidak berwujud, lalu bagaimana pembuktian kepemilikannya," kata Advento.