Liputan6.com, Jakarta Fintech Peer-to-Peer (P2P) lending atau pinjaman online, saat ini tengah naik daun dan menjadi salah satu alternatif peminjaman dana. Layanan ini memikat masyarakat mulai dari yang tidak memiliki rekening bank hingga yang berpendidikan tinggi.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sardjito, mengatakan kehadiran fintech P2P lending utamanya menjadi pilihan masyarakat yang tidak memiliki rekening bank. Perbankan tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pinjaman.
Baca Juga
Oleh sebab itu, ia menekankan perbankan untuk melakukan transformasi layanan digital agar tidak kalah saing.
Advertisement
"Kita juga mendorong masyarakat memperoleh pembiayaan lebih praktis. Ini juga tantangan untuk bank-bank yang ada agar kalau nanti P2P lending dapat semakin terpercaya, perbankan harus melakukan transformasi untuk layanan digitalnya," ungkap Sardjito dalam webinar Infobank pada Selasa (13/4/2021).
Di sisi lain, katanya, para penyedia fintech P2P lending juga harus terus meningkatkan kualitasnya. Selain itu juga menjamin kepastian hukum dari layanannya.
"Meskipun pengawasan terhadap fintech P2P lending terkesan tidak seberat bank, tapi kita akan lihat terus dengan berjalannya waktu. Fintech juga harus menjaga kredibilitas agar aksesnya mudah, tapi juga menjamin kepastian hukum," tuturnya.
Â
148 Fintech Terdaftar
Saat ini ada 148 fintech P2P lending terdaftar di OJK dengan 46 diantaranya sudah berizin. Namun, sisa yang terdaftar tetap bisa beroperasi.
Sardjito menjelaskan, bahwa mitigasi risiko yang dilakukan OJK sangat ketat untuk fintech yang sudah terdaftar dan berizin. Pengawasan ini juga dibantu oleh asosiasi fintech yang ada.
"Kita dengan bantuan asosiasi, sensitivitas kita terhadap pengawasan sangat luar biasa. Karena kita tahu masyarakat kita itu sangat rentan terhadap hal-hal yang sifatnya penawaran enak-enak. Tapi sepanjang dia terdaftar dahulu, kita lebih punya kuasa untuk mengawasi," jelasnya.
OJK pun mengimbau memeriksa legalitas perusahaan investasi dan fintech sebelum bertransaksi. Pasalnya, saat ini banyak layanan investasi dan fintech ilegal yang menipu masyarakat.
Advertisement