Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu meminta pemerintah untuk segera membentuk Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP). Sebab, lembaga ini telah diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2014.
Dalam UU tersebut dijelaskan, LPPP harus sudah dibentuk tiga tahun setelah UU tersebut disahkan. Artinya pada 2017 harusnya lembaga tersebut sudah terbentuk.
Baca Juga
"Tapi kami pahami kendala pemerintah kalau melihat situasi beberapa tahun ke belakang terkait situasi beberapa industri tapi bukan berarti lembaga ini tetap tidak dibuat, seharusnya tetap dibuat," kata Togar dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (14/4).
Advertisement
Togar menekankan, tanggung jawab pembentukan LPPP ini pada dasarnya ada di bawah Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, dia mendorong agar Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat merealisasikan amanat UU ini.
"Dibuat dengan pengaturan-pengaturan yang lebih sehat, pengaturan-pengaturan yang lebih seimbang supaya masyarakat merasa aman dan citra industri asuransi yang paling penting lebih baik. Lembaga tadi bukan tanggung jawab OJK," tegas Togar.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nasabah Tolak Skema Pembayaran Premi Asuransi Kresna Life
PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life menawarkan skema penyelesaian pembayaran premi para nasabahnya. Hal ini tertuang dalam putusan Pengesahan Perjanjian Perdamaian nomor 389/Pdt.Sus-PKPU/PN-Niaga.Jkt.Pst. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Sayangnya, penawaran pembayaran klaim ini ditolak oleh para nasabahnya. Hal ini disampaikan Kuasa Hukum nasabah korban gagal bayar Kresna Life Alvin Lim.
"Nasabah mayoritas tidak happy. Mereka tentunya pada menolak skema. Nasabah minta dibayar full tentunya premi mereka yang jatuh tempo," katanya kepda wartawan, Jumat (19/3/2021).
Seperti diketahui, dalam putusan perjanjian perdamaian yang dicantumkan di putusan PKPU, skema penyelesaian tagihan klaim produk Kresna Link Investa (K-LITA) terbagi ke dalam tujuh kelompok premi. Pembagian itu berdasarkan nilai premi yakni dari Rp 50–100 juta, Rp 100–200 juta, hingga yang tertinggi di atas Rp 2,5 miliar.
Pembayaran klaim di kelompok Rp 50–100 juta, Rp 100–200 juta, Rp 200–300 juta, dan Rp 300–500 juta berawal pada Maret 2021 dengan pembayaran klaim senilai Rp 20 juta per polis. Pembayaran dilakukan bagi polis yang sudah dilengkapi Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB) dan dokumen lainnya lengkap.
Lalu, kelompok premi asuransi Rp 500 juta–1 miliar, Rp 1–2,5 miliar, dan di atas Rp 2,5 miliar pun pembayaran awalnya berlangsung pada Maret 2021. Di kelompok dengan nilai premi besar ini, klaim awal sebesar Rp80 miliar secara proporsional per polis, dengan syarat sama dengan lainnya.
Advertisement