Sukses

Febrian HIVI: 55 Persen Musisi Jual Alat Musik Buat Bertahan Hidup

Pada survei bersama Fesmi tersebut, Febri HIVI juga mendapati banyak musisi yang kini menjalani usaha sampingan di luar profesi utamanya.

Liputan6.com, Jakarta - Febrian Nindyo Purbowiseso atau dikenal sebagai Febri HIVI mengatakan, sekitar 55 persen dari musisi Indonesia kini telah menjual alat musik untuk bertahan hidup selama masa pandemi Covid-19.

Angka itu didapatnya saat melakukan survei bersama Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) kepada 186 orang, dengan wilayah kerja untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Menurut Febri HIVI, pekerjaan musisi yang selama ini banyak mengandalkan panggung offline memang sangat terdampak akibat krisis pandemi. Sehingga mau tak mau mereka harus menjual alat musik yang selama ini jadi sumber pendapatannya.

"Ketika tanya apakah Anda sempat menjual alat musik atau aset lain yang berhubungan dengan profesi musik untuk dapat bertahan, 55 persen menjual alat musiknya untuk bisa tetap bertahan," kata Febri HIVI saat berkunjung ke Kemenko Perekonomian, Rabu (14/4/2021).

Pada survei bersama Fesmi tersebut, Febri HIVI juga mendapati banyak musisi yang kini menjalani usaha sampingan di luar profesi utamanya. Hal itu terpaksa dilakukan karena hampir semua akses pekerjaan kecuali digital menjadi tertutup.

Kendati begitu, dia menyebutkan, usaha sampingan tersebut ternyata belum bisa menutupi seluruh kebutuhan yang tampak meningkat akibat minimnya tawaran pekerjaan bagi musisi selama pandemi.

"Usaha-usahanya bisa kita lihat, memang paling banyak adalah kuliner. Lalu juga ada fashion dan turunannya, lalu keperluan spesifik terkait pandemi, kesehatan, produk lain dan jasa lain," tuturnya.

"Kisaran penghasilan dari usaha yang digeluti. Paling besar 36 persen ternyata usahanya pun sedikit membantu, belum sangat membantu," tandas Febri HIVI.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Promotor Musik Kirim Surat ke Jokowi, Minta Konser Diberikan Izin

Sebelumnya, para promotor penyelenggara kegiatan bermusik yang tergabung dalam Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) beserta 14 asosiasi terkait, mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Isi surat yang ditembuskan kepada para pemegang kebijakan itu meminta agar Presiden Jokowi segera membuka kran perijinan terkait dengan industri hiburan.

Dengan dibukanya kran perijinan industri hiburan, diharapkan APMI dan 14 asosiasi terkait roda industri kreatif dapat digulirkan secara bertahap. Dengan tetap mematuhi standar kesehatan yang telah ditentukan dan disepakati bersama.

“Yang pasti kami patuh dengan regulasi kesehatan yang ada, dengan menerapkan prokes yang terukur,” ujar Anas Syahrul Alimi, perwakilan dari APMI dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/3/2021).

CEO Rajawali Indonesia Communication itu melanjutkan, saat ini adalah saatnya pelaku dunia kreatif, yang dengan segala kepatuhannya, menghentikan semua kegiatannya, selaras anjuran pemerintah. Dan setelah setahun ke belakang, patuh dengan anjuran negara, inilah saatnya harus terlibat lebih aktif, ikut menyelesaikan pandemi lewat pengalaman, kapasitas dan jejaring yang mereka miliki. 

“Supaya ekonomi kreatif kembali bergulir. Apalagi vaksin sudah ditemukan, dan saat ini proses vaksinasi terus dan masih berjalan,” imbuh Anas.

3 dari 3 halaman

Surat Terbuka

Surat Terbuka APMI dan 14 asosiasi terkait kepada Presiden Jokowi berbunyi seperti ini: 

Yang mulia Bapak Presiden yang kami hormati,

Bulan ini, setahun lalu, Bapak Presiden Jokowi mengumumkan kasus COVID-19 pertama di Indonesia. Sejak itu, kehidupan kita tak pernah lagi sama.

Kita terpaksa beradaptasi dengan mode pasif: bertahan dari virus dan kematian, dari keputusasaan dan pesimisme, hingga kekecewaan dan hasrat saling menyalahkan.

Setelah setahun berlalu, ternyata banyak yang mampu bertahan. Kita semua, yang berhasil bertahan sejauh ini, bisa menyaksikan dimulainya vaksinasi; dan dari sanalah kita bisa melihat terang.

Penting untuk merespons momentum itu dengan langkah terukur. Caranya dengan menggerakkan sektornya sebagai bagian penyelesaian pandemi dan dampak-dampaknya.

Sejak Maret tahun lalu, hingga kini, kami menghentikan keramaian demi melindungi kesehatan masyarakat.

Kini tibalah saatnya kami terlibat lebih aktif menyelesaikan pandemi lewat pengalaman, kapasitas dan jejaring yang kami miliki.

Ya, kami ingin memulai lagi, tapi kami sangat ingin memulainya dengan hati-hati. Tergesa-gesa akan membuat terang yang mulai tampak bisa padam kembali karena kecerobohan.

Pengalaman melewati pahitnya bulan-bulan paling kritis pandemi menjadi bekal untuk menyikapi momentum dengan kepala dingin.

Hiburan memang penting, tapi kami sadar tak ada yang lebih penting selain keselamatan.

Kami memang ingin sektor kami bisa berjalan kembali, namun kami tahu bahwa kami tidak boleh egois sehingga wajib mengintegrasikan kerja-kerja kami dengan agenda penyelesaian pandemi.

Kami memiliki jejaring persona yang punya kapasitas mempengaruhi pengikutnya untuk menyukseskan kampanye vaksinasi nasional.

Reputasi dan pengalaman kami di bidang event (baik corporate, private hingga social event) dapat dimanfaatkan untuk merancang dan mengelola aktivasi kampanye vaksinasi.

Seiring makin berlimpahnya pasokan vaksin, padu-padan antara event kecil, sedang dan besar dengan agenda vaksinasi masyarakat menjadi mungkin direalisasikan bersama.

Beri kami kepercayaan memutar lagi roda industri kreatif secara bertahap.

Kami siap menjalankan CHSE, penerapan protokol kesehatan yang berbasis pada cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan) yang telah disiapkan Kemenparekraf — dan kami bersedia diaudit setiap saat.

Reputasi kami selama ini salah satunya terbentuk oleh kenyamanan dan keselamatan penonton (publik) saat menikmati apa pun bentuk dan skala kegiatan kami.

Dengan rendah hati kami menawarkan diri memanfaatkan pengalaman tersebut untuk mendukung agenda pemerintah menuntaskan pandemi dan dampak-dampaknya, baik dampak pada kesehatan masyarakat hingga pada seni dan budaya.