Sukses

Nilai Aset Tanah TMII Tembus Rp 20,5 Triliun

TMII milik negara. Namun berdasarkan Keputusan Presiden nomor 51 tahun 1977 tanggal 10 September 1977, penugasan dan pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita (YHK).

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai aset Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mencapai Rp 20,5 triliun berupa tanah. Nilai total aset bisa lebih dari itu karena saat ini masih dilakukan inventarisasi untuk mengetahui kepastiannya.

"Nilai Rp 20,5 triliun itu hanya tanahnya saja. Di sana banyak bangunan yang masih perlu diinventarisasi, termasuk bangunan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, serta pihak lain yang bekerja sama dengan Badan Pelaksana Pengelolaan dan Pengusahaan TMII (BP3 TMII)," Direktur Barang Milik Negara Kemenkeu, Encep Sudarwan, dalam Bincang Bareng DKJN pada Jumat (16/4/2021).

Bangunan yang masih perlu diinventarisasi tersebut termasuk 10 milik kementerian/lembaga, 31 Pemda, 12 mitra, dan 18 bangunan milik badan pengelola TMII.

Encep menjelaskan bahwa sejak awal TMII merupakan milik negara. Namun berdasarkan Keputusan Presiden nomor 51 tahun 1977 tanggal 10 September 1977, penugasan dan pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita (YHK).

Kemudian agar pengelolaan TMII bisa lebih baik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 yang antara lain mengembalikan pengelolaan TMII kepada Kementerian Sekretariat Negara, dengan masa transisi paling lama 3 bulan. DJKN turut dilibatkan sebagai anggota tim transisi tersebut.

"Tim transisi ini bertugas secara umum untuk mendampingimu dan memastikan proses transisi pengelolaan dan serah terima TMII berjalan dengan lancar, serta sesuai dengan peraturan perundangan," jelas Encep.

Adapun DJKN sebagai pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menkeu selaku pengelola aset negara, dalam hal ini Barang Milik Negara (BMN), berwenang menetapkan pemanfaatan BMN yang berada pada pengguna barang yakni kementerian/lembaga (K/L). Pada dasarnya, BMN diperuntukkan sebagai penunjang pelaksanaan tugas dan fungsi K/L.

Pemanfaatan BMN termasuk TMII, merupakan langkah pemerintah dalam mengoptimalisasikan aset sehingga lebih bernilai guna. Dijelaskan Encep, pemanfaatan BMN dapat dilakukan apabila tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi K/L, tidak mengubah status kepemilikan pada BMN yang dimanfaatkan, dapat dilakukan untuk menyediakan infrastruktur dan pemeliharaan BMN tersebut menjadi tanggung jawab mitra pemanfaatan.

Selain itu, biaya atas pemanfaatan BMN disetorkan seluruhnya ke kas negara sebagai penerimaan negara kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Siapa BUMN yang Pantas Kelola TMII?

Sebelumnya, Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah atau TMII diambil alih oleh negara. Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Pratikno menyebut TMII akan dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN) pariwisata.

Meski begitu, belum ada kepastian BUMN mana yang akan mengelola TMII. Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan, pengelolaan TMII nantinya harus disesuaikan dengan pasar yang dituju.

"Tergantung pemerintah, pasar yang diincar untuk TMII ini apa? Kalau menengah keatas, ya, ITDC, tapi kalau wisata rakyat, ya, TWC," ujar Achmad saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (15/4/2021).

Sebagai informasi, ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) atau PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) dan PT TWC (Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko) ialah beberapa BUMN pariwisata yang masih beroperasi saat ini.

Menurutnya, TWC mungkin dapat dipilih sebagai pengelola TMII karena memiliki pengalaman mengelola kawasan wisata.

"BUMN yang pas mungkin PT TWC yang selama ini punya pengalaman dalam mengelola kawasan wisata," ujarnya.

Achmad melanjutkan, bukan hanya memilih BUMN yang tepat, pemerintah juga harus memikirkan skema pengelolaan yang sesuai agar TMII tidak lagi mengalami kerugian.

"Jangan sampai diserahkan ke BUMN karena selalu rugi dan BUMN dipaksa investasi disana dan tetap saja rugi juga seperti biasanya. Pemerintah biasanya kan gitu, proyek 'tulang' selalu dikasih ke BUMN," ujarnya.

Jika pengelolaannya diserahkan ke BUMN sebagai penyertaan modal tentu, Achmad menilai jangan hanya aset saja yang diserahkan, tapi juga tambahan penyertaan modal berupa fresh money agar pengembangan TMII dapat dilakukan secara terarah.

"Kalau hanya aset akan membebani neraca dan belum tentu BUMN punya uang untuk pengembangan, kecuali arahnya ngutang lagi," katanya.