Sukses

Ritual Mayat Berjalan Ma' Nene', Magnet Wisatawan ke Tana Toraja

Ritual Ma' Nene' dilakukan khusus oleh masyarakat Baruppu, di pedalaman Toraja Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Tak dapat dipungkiri, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang melimpah. Salah satunya yang menarik perhatian datang dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan, bernama Ma' Nene'.

Ritual yang juga dikenal dengan upacara mayat berjalan ini dilakukan untuk menghormati leluhur. Terbilang unik dan khas, mengingat ritual Ma' Nene' dilakukan khusus oleh masyarakat Baruppu, di pedalaman Toraja Utara. 

Ritual Ma' Nene' dilakukan dengan cara mengeluarkan peti dan jenazah dari Patane (Kuburan berbentuk rumah) atau liang. Lalu jasad yang masih utuh dibersihkan dan pakaiannya diganti dengan yang baru.

Selama prosesi tersebut, sebagian kaum lelaki membentuk lingkaran menyanyikan lagu dan tarian yang melambangkan kesedihan. Lagu dan gerak tarian tersebut guna untuk menyemangati para keluarga yang ditinggalkan.

Sejarah ritual Ma'nene ini berawal dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, yang datang ke hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong menemukan sebuah jasad manusia yang telah meninggal dunia dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Oleh Pong, jasad itu dibawanya dan dikenakan pakaian yang layak untuk dikuburkan di tempat aman.

Semenjak dari itu, Pong berturut-turut mendapatkan berkah. Karena itu, Pong beranggapan bahwa jasad orang yang telah meninggal sekalipun harus tetap harus dirawat dan dihormati, meskipun jasad tersebut sudah tidak berbentuk lagi. Pong lalu mewariskan amanahnya kepada penduduk Baruppu. 

Tradisi Ma' Nene erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Sehingga tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah.

Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi yang berakibat pada kesuburan bumi.

Ritual Ma'nene dilakukan setiap tiga tahun sekali dan biasanya dilakukan pada bulan Agustus. Hal tersebut mengingat upacara Ma' Nene hanya boleh dilaksanakan setelah musim panen yakni yang jatuh pada bulan Agustus.

Masyarakat adat Toraja percaya jika ritual Ma' Nene tidak dilakukan sebelum masa panen, maka akan sawah-sawah dan ladang mereka akan mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang tiba-tiba.Â