Sukses

Tembus Rp 6.165 Triliun, Simak Sederet Fakta Utang Luar Negeri Indonesia

BI mencatat pada akhir Februari 2021 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 4 persen (yoy) menjadi USD 422,6 miliar atau setara Rp 6.165 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat pada akhir Februari 2021 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 4 persen (yoy) menjadi USD 422,6 miliar atau setara Rp 6.165 triliun. Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya di mana mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,7 persen (yoy).

"Pertumbuhan ULN ini masih terkendali dan dikelola secara terukur dan berhati-hati. Peningkatan pertumbuhan ULN tersebut didorong oleh ULN Pemerintah dan ULN swasta," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono.

Secara tahunan, Utang Luar Negeri Pemerintah tumbuh 4,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Januari 2021 sebesar 2,8 persen (yoy). Hal ini seiring dengan upaya penanganan dampak pandemi Covid-19 sejak 2020 dan akselerasi program vaksinasi serta perlindungan sosial pada triwulan I 2021.

Posisi ULN pemerintah pada Februari 2021 mencapai USD 209,2 miliar atau setara Rp 3.050 triliun. Lebih rendah dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD 210,8 miliar atau setara Rp 3.074 triliun.

Sementara, posisi Utang Luar Negeri swasta pada Februari 2021 sebesar USD 210,5 miliar atau setara Rp 3.071 triliun. Angka ini didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 78,0 persen terhadap total ULN swasta.

Berikut rangkuman sejumlah fakta terbaru di balik posisi utang Indonesia yang mencapai enam ribuan triliun Rupiah tersebut, seperti dikutip dari Merdeka.com:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

1. Bank Sentral Klaim Utang Dikelola Hati-Hati

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, ULN Indonesia pada Februari 2021 tetap terkendali. Tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 39,7 persen, relatif stabil dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 39,6 persen.

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 89,0 persen dari total ULN. Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional. Tentunya dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.

3 dari 5 halaman

2. Posisi Utang Indonesia di Dunia

Berdasarkan data World Economic Outlook database 2020 milik IMF, diantara 187 negara, utang pemerintah di tahun 2020 berada di peringkat 154 dunia. Yakni hanya mencapai sekitar 38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Di dunia, kita sekitar urutan 154 (rendah banget), di ASEAN hanya di atas Kamboja dan Brunei," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo beberapa waktu lalu.

Berdasarkan posisi data, posisi utang Kamboja selama 2020 lebih rendah hanya mencapai sebesar 31,47 persen dari PDB negara tersebut. Sementara posisi utang Brunei Darussalam hanya mencapai 3,20 persen dari PDB.

Adapun jika melihat posisi utang India dan Singapura posisi utangnya sudah hampir di atas 50 persen dari PDB. Di mana masing-masing tercatat 89,33 persen dan 131,18 dari PDB-nya.

4 dari 5 halaman

3. Utang RI Disebut Riba, Sri Mulyani Jelaskan Pandangan Menurut Islam

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku, resah dengan isu riba yang selalu dikaitkan tentang pinjaman atau utang. Dia mengungkapkan saat ini suku bunga global sudah mendekati 0 persen atau bahkan negatif di beberapa negara di Eropa.

"Pembahasan mengenai isu-isu riba, pinjaman, ini sering sekali stigma dimunculkan. Seolah-olah kalau bicara tentang pinjaman kemudian identik dengan riba," kata Menteri Sri Mulyani dalam Webinar IAEI.

"Fenomena hari ini dengan suku bunga 0 persen atau negatif di Eropa, pemikiran kita apa ini?" sambungnya.

Bendahara negara itu mengatakan, jika utang tidak ada bunga disebut riba, maka informasi itu dinilai tidak lengkap atau asymetric information.

"Sisi yang lain informasinya tidak lengkap dibanding sisi yang satunya yang memiliki informasi lengkap, bisa mengeksploitasi," jelasnya.

Pinjam-meminjam, menurutnya, adalah sesuatu yang dibolehkan dalam Al-Quran. Namun harus dilakukan secara terukur, dicatat, dan digunakan secara prudent atau hati-hati.

"Di dalam Quran, pinjam-meminjam boleh, tapi harus diadministrasikan, dicatat dengan baik, digunakan secara hari-hati," katanya.

5 dari 5 halaman

4. Kenaikan Utang Sudah Diprediksi

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menyebut, utang pemerintah sebesar Rp6.361 triliun pada Februari 2021 sudah sesuai dengan proyeksi. Menurutnya posisi utang ini dibutuhkan untuk pembiayaan APBN dalam penanganan pandemi Covid-19.

"Utang naik sesuai proyeksi. Pembiayaan APBN memang dibutuhkan untuk menangani pandemi, di saat penerimaan tertekan dan belanja naik," kata dia seperti dikutip dari laman Twitternya @prastow.

Dia menambahkan, pembiayaan APBN selama masa pandemi juga difokuskan untuk bantuan sosial (bansos), pemberian insentif kepada dunia usaha dan UMKM, hingga program vaksinasi untuk seluruh rakyat Indonesia.

 

Reporter : Harwanto Bimo Pratomo