Sukses

Ekonomi Indonesia Bangkit, Modal Asing Masuk RI Capai Rp 13,3 Triliun

Kondisi ekonomi Indonesia mulai mengalami perbaikan

Liputan6.com, Jakarta Kondisi ekonomi Indonesia mulai mengalami perbaikan. Hal ini didukung dengan membaiknya data makroekonomi, kinerja keuangan emiten pada kuartal I tahun 2021, harga komoditas, serta berjalannya proses vaksinasi, membuat pasar saham menjadi atraktif.

Merespon hal ini Bareksa Prioritas menyarankan Investor High Net Worth Individuals (HNWI) untuk melakukan rebalancing ke reksadana saham dan pendapatan tetap, dengan menyesuaikan profil risiko investor.

“Investor dapat mempertimbangkan untuk menambah porsi pada instrumen aset yang lebih agresif, melihat adanya beberapa faktor yang menjadi indikasi pemulihan ekonomi,” jelas Direktur Bareksa Prioritas, Ricky Rachmatulloh melalui siaran pers, dikutip pada Selasa (20/4/2021).

Meskipun jika dilihat pada kuartal pertama tahun ini pasar saham masih terlihat volatil, investor yang memiliki profil risiko agresif dapat memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan peluang di pasar saham, dengan menempatkan atau menambahkan portofolionya di reksadana saham.

Pada indikator makroekonomi, rilis data seperti Produk Domestik Bruto (PDB), Purchasing Managers Index (PMI), inflasi, dan data ekonomi lainnya menunjukkan adanya pemulihan.

Adapun data dari Markit Manufacturing PMI, Indonesia konsisten mengalami pertumbuhan sejak November 20220, serta inflasi yang sehat pada rentang target yang telah ditentukan Bank Indonesia, yaitu 3 plus minus 1 persen.

Dari perbaikan yang ada pada data ekonomi inilah yang mendorong aliran modal asing masuk ke pasar saham, hingga 24 Maret 2021 tercatat modal asing yang masuk sebesar Rp 13,3 triliun.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pasar Saham Mulai Bangkit

Chief Research and Business Development Bareksa, Ni Putu Kurniasari menjelaskan, dari sektor komoditas pasar saham Indonesia mulai bangkit, seperti minyak sawit mentah (CPO), minyak mentah dan batu bara, bisa menopang pergerakan pasar saham seiring dengan meningkatnya harga komoditas.

"Perbaikan harga komoditas seperti minyak sawit mentah dan minyak Brent menjadi salah satu indikator yang mengindikasikan pemulihan ekonomi. Apalagi menjelang masuknya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, konsumsi biasanya naik dan mendorong permintaan serta harga komoditas," jelas Putu.

Kemudian, pada pasar obligasi negara atau SBN sempat tertekan sepanjang kuartal pertama tahun ini. Diperkiran imbal hasil SBN Indonesia seri acuan akan terbatas, dikarenakan valuasi terbilang murah sehingga investor dapat memanfaatkan untuk mengambil posisi reksadana pendapatan tetap yang mayoritas asetnya adalah SBN.

Adapun per akhir Maret 2021, yield SBN tenor 10 tahun Indonesia berada di kisaran 6,8 persen, sehingga imbal hasil instrumen pendapatan tetap Indonesia masih menjadi yang tertinggi di antara negara kawasan Asia lainnya.

Saat ini, inflasi Indonesia masih terbilang cukup rendah dan inflasi tahunan diperkirakan ada di kisaran 3 persen. Sementara itu, imbal hasil yang ditawarkan SBN tenor 10 tahun cukup tinggi saat ini, sehingga ada real yield dengan inflasi sekitar 3 persen.

Reporter: Anisa Aulia