Sukses

OJK: Aset Industri Asuransi Jiwa Sentuh Rp 550 Triliun per Februari 2021

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan perkembangan industri asuransi per Februari 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan perkembangan industri asuransi per Februari 2021. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan, di tengah pandemi, aset industri asuransi jiwa mencapai angka Rp 550 triliun.

Aset industri asuransi umum juga tercatat tumbuh mencapai Rp 207 triliun, asuransi wajib Rp 136,28 triliun dan BPJS Kesehatan Rp 45,18 triliun.

"Di tengah kondisi yang masih berupaya bangkit dari pandemi, sektor asuransi termasuk kena dampak tapi kalau bicara aset, masih naik meski tidak sebesar tahun sebelumnya," ujar Ahmad dalam media briefing OJK, Rabu (21/4/2021).

Selain itu, pendapatan premi asuransi juga mencapai peningkatan yang cukup baik. Untuk asuransi jiwa, pendapatan preminya mencapai Rp 34,61 triliun. Kemudian, asuransi umum dan reasuransi Rp 18,59 triliun, asuransi wajib Rp 1,87 triliun dan BPJS Kesehatan Rp 22,32 triliun.

Sementara untuk portofolio investasi asuransi komersial asetnya mencapai Rp 761,46 triliun, terdiri dari deposito (termasuk sertifikat deposito) Rp 61,6 triliun, saham Rp 153,14 triliun, SBN Rp 97,97 triliun, reksadana (termasuk REPO) Rp 188,43 triliun, obligasi dan sukuk (termasuk MTN) Rp 46,74 triliun serta lainnya Rp 42,81 triliun.

Untuk portofolio investasi asuransi wajib dan BPJS Kesehatan asetnya mencapai Rp 181,4 triliun, terdiri dari deposito Rp 21,61 triliun, saham Rp 12,12 triliun, SBN Rp 36,15 triliun, reksadana (termasuk REPO) Rp 26,75 triliun, obligasi dan sukuk (termasuk MTN) Rp 34,96 triliun, dan lainnya Rp 7,98 triliun.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Banyak Agen Asuransi Nakal Jadi Penyebab Aduan Konsumen Meningkat

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa jumlah pengaduan konsumen pada industri asuransi terus meningkat sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan saat ini, OJK mencatatkan industri asuransi menduduki urutan kedua untuk jumlah pengaduan konsumen tertinggi.

"Tahun 2019 baru 360 pengaduan. Kemudian di tahun 2020 meningkat menjadi 593 pengaduan. Di tahun 2021 ini sampai triwulan 1 mencapai 273 aduan. Hal ini sebenarnya bisa diselesaikan secara internal atau kami bisa memfasilitasi untuk menyelesaikan komplainnya," kata Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam dalam diskusi virtual yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Rabu (14/4/2021).

Ia mengatakan, pengaduan dari masyarakat terhadap industri asuransi, didominasi ketidaksesuaian penjualan (mis-selling), terutama terkait produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-linked oleh agen atau tenaga pemasar produk asuransi.

"Rata-rata secara umum, memang permasalahan yang paling diadukan pertama adalah adanya ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh agen. Tidak sesuai dengan yang dijual. Kedua yang paling banyak pengaduan karena turunnya nilai investasi. Dijanjikan begini, ketika diklaim hanya segini. Ini yang kadang menjadi keributan," ungkap Agus.

Kemudian, sambungnya, kebanyakan dari pengaduan yang disampaikan juga meminta agar premi yang sudah dibayarkan selama beberapa periode dapat dimembalikan seluruhnya secara utuh.

"Padahal kita tahu, ada dua komponen. Komponen asuransi dan komponen investasi. Kalau dibalikin secara keseluruhan, sementara kita menikmati klaim asuransi yang ada, kan tidak fair juga," jelasnya.

Tak hanya itu, pengaduan lainnya yakni perihal kesulitan dalam memproses klaim yang sudah jatuh tempo tapi belum juga dibayarkan. "Permasalahan dari pengaduan terbagi empat, tapi terbanyak soal mis-selling," kata dia.

Agus menilai pengaduan terkait PAYDI atau Unit-linked tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan pelaku, mulai dari perusahaan, agen asuransi, atau bahkan masyarakat selaku nasabah itu sendiri.

Â