Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Entus Asnawi Mukhson berharap, Adhi Karya dapat ikut berpartisipasi dalam proyek ibu kota baru di Kalimantan Timur. BUMN Karya ini sudah mempersiapkan diri untuk bisa ikut serta dalam pembangunan infrastruktur di sana.
Entus mengatakan, Adhi Karya hendak memberikan penawaran untuk terlibat dalam pembangunan istana kepresidenan di ibu kota baru. Adapun berbagai desain proyek istana presiden tersebut kini banyak tersebar di media sosial, meskipun pemerintah belum memilih mana yang akan dipakai.
Baca Juga
"Memang yang santer kemarin yang sudah ada gambarnya keluar misalnya istana, ada kantor kepresidenan dan sebagainya. Ini informasi pada saatnya bidding nanti, mudah-mudahan memang bisa ikut terlibat harapannya," ujarnya dalam sesi webinar, Rabu (21/4/2021).
Advertisement
Tak hanya istana presiden, Entus melanjutkan, Adhi Karya juga hendak masuk untuk proyek infrastruktur penunjang lain di ibu kota baru, seperti pembangunan jalan hingga bendungan.
"Kalau pembangunan ibu kota baru yang sekarang dilakukan bukan hanya di kantor barunya, tapi fasilitas-faslitas penunjangnya ini. Mulai bendungan, ada peningkatan jalan, memang sudah dimulai kelihatan dibuka tendernya kita ikuti. Tentu kami akan ikut serta di proyek IKN (ibu kota negara)," tuturnya.
Sebelum bergerak untuk proyek infrastruktur, Entus mengendus adanya potensi bisnis pada proses pembebasan lahan. Adhi Karya dan BUMN Karya lain disebutnya juga tertarik untuk menggarap proyek tersebut.
"Yang di awal-awal ini memang penanganan lahan itu luas sekali. Saya kira nanti akan banyak yang terlibat, terutama karya-karya dan tentu kita juga nanti akan ikut di pekerjaan itu," pungkas Entus.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, Emil Salim: Mau Bangun di Tanah Basah?
Sebelumnya, Akademisi senior Emil Salim menyoroti rencana pemerintah yang hendak memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Menurut dia, ada sejumlah tantangan besar dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tersebut.
Mantan Menteri Perhubungan periode 1973-1978 ini memandang kondisi topografis Kalimantan yang berbeda dengan Pulau Jawa dan Sumatera. Dalam hal ini, Jawa dan Sumatera terbentuk berkat benturan lempeng Australia dan Eurasia, sementara Kalimantan tidak.
Alhasil, Jawa dan Sumatera dikelilingi oleh pegunungan api dengan tanah yang subur. Sedangkan Kalimantan bebas dari lingkup ring of fire, namun berdiri di atas lahan basah (wetland).
"Maka Kalimantan itu penuh dengan air di bawah permukaannya itu. Maka Pulau Kalimantan pola pembangunan tidak sama dengan pola pembangunan di Jawa, Sumatera, karena tanahnya ekosistemnya berbeda. Bukan pegunungan, tetapi lahan basah, wetland," terang Emil Salim, Jumat (16/4/2021).
Menurut dia, proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan membutuhkan perhitungan yang lebih cermat karena berdiri di tanah basah. Oleh karenanya, ia buka kemungkinan jika ongkos yang telah dikaji saat ini mungkin berbeda dengan praktik di lapangan.
"Kau gali lobang di Kalimantan, air yang keluar. Maka bayangkan bagaimana membangun kereta api di Kalimantan jikalau lahannya basah. Makanya negara-negara yang punya lahan basah mengembangkan pola angkutan dengan baling-balingnya di atas atap," paparnya.
Emil lantas membandingkan proses pemindahan ibu kota yang terjadi di beberapa negara seperti Australia, Malaysia hingga Korea Selatan. Dia menilai itu bisa dilakukan lantaran mereka merupakan negara kontinental yang daratannya tidak terpisah-pisah oleh lautan.
"Semua contoh-contoh yang diangkat oleh Bappenas yang ada kertas kerjanya adalah contoh-contoh dari kontinen. Korea Selatan, Malaysia, Australia, Brazil, adalah kontinen," ungkapnya.
"Kita pindah ke sentra pulau. Kita negara kepulauan. Jika pada weekend para pegawai mau pulang ke kampung, apa bisa berenang lewat lautan dari Kalimantan ke Jawa dan sebagainya," pungkas Emil.
Advertisement