Sukses

Mengenang Perjuangan Kartini Lewat Uang Kertas Rupiah Emisi 1952 dan 1985

Bank Indonesia (BI) mengungkap perjalanan pahlawan wanita RA Kartini yang telah dua kali menjadi gambar dalam mata uang rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengungkap perjalanan pahlawan wanita RA Kartini yang telah dua kali menjadi gambar dalam mata uang rupiah yaitu pada uang kertas emisi tahun 1952 dan 1985.

"Tak hanya diperingati di berbagai instansi dan dijadikan inspirasi kaum perempuan, Kartini juga diabadikan dalam uang," sebut rilis Departemen Komunikasi BI dikutip dari Antara, Rabu. (21/4/2021).

BI menyatakan Kartini pernah muncul di uang pecahan Rp 5 pada 1953. Uang tersebut merupakan uang rupiah seri tokoh dan kebudayaan, seri uang yang pertama kali dicetak oleh bank sentral.

Peredaran uang Rp 5 bergambar Kartini tersebut telah disiapkan sejak 1952. Saat itu, BI sedang mempersiapkan kelahiran setelah menasionalisasi De Javasche Bank (DJB) pada 1951.

Lantaran Undang-Undang tentang BI baru lahir pada 1953, maka uang kertas emisi 1952 tersebut baru resmi dikeluarkan pada 2 Juli 1953.

"Masa penggunaannya sekitar sembilan tahun karena ditarik oleh BI pada 1961," kata rilis tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Uang Kertas Nominal Rp 10.000

Selanjutnya, gambar Kartini kembali muncul di bagian depan uang kertas nominal Rp10.000 untuk tahun emisi 1985, atau sekitar 30 tahun kemudian, yang ditarik pada 1995.

Salah satu alasan BI menjadikan pahlawan kelahiran 21 April 1879 menjadi gambar di mata uang kertas ini karena Kartini merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia.

Di masanya Kartini muncul dengan semangat baru yaitu kebebasan, kesetaraan, modernisasi, dan anti-feodalisme. Ide maupun pikiran yang dituliskan lewat surat-surat, telah mengimajinasikan dan mendefinisikan apa yang kemudian menjadi Indonesia.

Kumpulan surat Kartini lalu diterbitkan di Belanda dalam bentuk buku dengan judul Door Duisternis Tot Licht dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buku inilah yang menjadi bacaan wajib aktivis pergerakan kala itu sekaligus turut membuka kesadaran nasional di kalangan pelajar pribumi.

Â