Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa angkat bicara soal rencana penetapan harga gas di level USD 6 per Millions British Thermal Units (MMBTU).
Ifan, sapaan akrab Fanshurullah Asa, mengatakan, BPH Migas mendukung 100 persen keputusan pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk menetapkan harga gas USD 6 per MMBTU sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016.
Baca Juga
"Kita BPH Migas ini punya tanggung jawab langsung ke Presiden, bukan ke Kementerian ESDM. Jadi kita tunduk dan patuh terhadap apa yang digariskan di Perpres 40/2010," ujar Ifan saat ditemui di Bekasi, Kamis (22/4/2021).
Advertisement
Kendati, lanjutnya, ada beberapa hal yang harus diluruskan mengenai penetapan harga ini dan tanggung jawab pelaksanaan serta pengawasannya. Menurutnya, selama ini banyak pihak miskonsepsi atas penetapan tarif angkutan gas bumi dan tarif penyalurannya.
Ifan menjelaskan, tarif penyaluran gas bumi merupakan tarif total biaya pengangkutan (toll fee) ditambah dengan biaya distribusi dan niaga.
"Nah sesuai dengan tugas di UU Migas, BPH Migas itu hanya toll fee saja. Jadi distribusi dan biaya bukan tugas BPH Migas," tandasnya.
Adapun, penetapan biaya distribusi dan niaga tersebut merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM. Ifan bilang, hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 tahun 2017.
"Dan 18 bulan sejak diundangkan harusnya sudah ditetapkan. Jatuhnya itu sekitar di Juni 2019. Bayangkan ini sudah 2 tahun," katanya.
Di sisi lain, biaya distribusi dan niaga ini bersifat business to business sehingga hanya dimiliki badan usaha. Untuk mengumpulkan data harga gas tersebut, tentunya Kementerian ESDM harus meminta langsung kepada perusahaan.
"Jadi bukan tugas BPH Migas. Kita hanya memastikan tarif pengangkutan. Kami sudah menetapkan toll fee di 65 ruas dan itu selalu melalui public hearing, sidang komite," ujar Ifan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengamat Minta Harga Gas USD 6 per MMBTU Untungkan Semua Pihak
Pemerintah telah menetapkan kebijakan harga gas sebesar USD6 per MMBTU. Namun, penetapan harga gas ini seharusnya perlu mempertimbangkan keuntungan semua pihak.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penetapan harga gas sebesar USD6 per MMBTU telah terbukti menimbulkan kerugian pada sisi transportasi gas. Ini dialami PGN, kebijakan tersebut menjadi penyebab kerugian 2020 sebesar USD 264,7 juta.
"Hal ini harus diperhitungkan pemerintah," kata Komaidi, di Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Komaidi melanjutkan, kondisi tersebut semakin berat karena penyerapan gas oleh industri yang mendapat insentif harga gas sebesar USD6 per MMBTU tidak optimal, sehingga membuat keuntungan sebagai penyalur gas yang kecil tergerus biaya operasi.
"Sebenarnya enggak apa-apa harga USD6 per MMBTU, tapi volumenya banyak, tapi simulasi itu meleset sehingga kerugiaan tidak bisa terhindarkan," ujarnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengungkapkan, agar kerugian akibat kebijakan penetapan harga gas USD6 per MMBTU tidak terulang, maka pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan tersebut, termasuk industri yang menerima insentif.
"Saya kira perlu dikaji ulang, karena ini berpengaruh terhadap badan usaha, perlu adanya evaluasi apakah di cabut atau dialihkan ke pabrik yang lain," tutupnya.
Advertisement