Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan mengirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo terkait nasib pembangunan proyek pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem).
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa atau Ifan mengatakan, pihaknya memiliki tanggung jawab penuh terhadap Presiden sehingga akan melakukan komunikasi melalui penyampaian surat langsung ke Presiden.
Baca Juga
"Sidang komite sudah menyampaikan, akan membuat langsung surat kepada Presiden. Kita nggak akan menjawab surat Menteri ESDM, karena kita bertanggung jawab terhadap Presiden," kata Ifan saat ditemui di Bekasi, Kamis (22/4/2021).
Advertisement
Ifan melanjutkan, penunjukkan PT Bakrie and Brothers Tbk untuk melanjutkan pembangunan pipa gas Cisem setelah sebelumnya, PT Rekaya Industri mundur dari proyek ini. Hal ini juga didasarkan pada Surat Keputusan Kepala BPH NO06/KT/BPH Migas/KOM/2021 tanggal 15 Maret 2021.
Perusahaan tersebut juga tercatat telah membayar jaminan pelaksanaan pekerjaan atau performance bond sebanyak USD 1 juta lebih atau setara Rp 14,5 miliar kepada BPH Migas pada 15 April lalu.
Terkait usulan pendanaan proyek melalui APBN, Ifan menandaskan, berdasarkan Perpres Nomor 79 tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional, proyek pipa gas Cisem pendanaannya dilakukan oleh pihak swasta, bukan pemerintah.
"Isi Perpresnya jelas, kalau nggak salah halaman 285, cek lagi, itu jelas dilakukan oleh swasta," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Bakal Tetapkan Harga Gas USD 6 per MMBTU, Ini Kata BPH Migas
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa angkat bicara soal rencana penetapan harga gas di level USD 6 per Millions British Thermal Units (MMBTU).
Ifan, sapaan akrab Fanshurullah Asa, mengatakan, BPH Migas mendukung 100 persen keputusan pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk menetapkan harga gas USD 6 per MMBTU sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016.
"Kita BPH Migas ini punya tanggung jawab langsung ke Presiden, bukan ke Kementerian ESDM. Jadi kita tunduk dan patuh terhadap apa yang digariskan di Perpres 40/2010," ujar Ifan saat ditemui di Bekasi, Kamis (22/4/2021).
Kendati, lanjutnya, ada beberapa hal yang harus diluruskan mengenai penetapan harga ini dan tanggung jawab pelaksanaan serta pengawasannya. Menurutnya, selama ini banyak pihak miskonsepsi atas penetapan tarif angkutan gas bumi dan tarif penyalurannya.
Ifan menjelaskan, tarif penyaluran gas bumi merupakan tarif total biaya pengangkutan (toll fee) ditambah dengan biaya distribusi dan niaga.
"Nah sesuai dengan tugas di UU Migas, BPH Migas itu hanya toll fee saja. Jadi distribusi dan biaya bukan tugas BPH Migas," tandasnya.
Adapun, penetapan biaya distribusi dan niaga tersebut merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM. Ifan bilang, hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 tahun 2017.
"Dan 18 bulan sejak diundangkan harusnya sudah ditetapkan. Jatuhnya itu sekitar di Juni 2019. Bayangkan ini sudah 2 tahun," katanya.
Di sisi lain, biaya distribusi dan niaga ini bersifat business to business sehingga hanya dimiliki badan usaha. Untuk mengumpulkan data harga gas tersebut, tentunya Kementerian ESDM harus meminta langsung kepada perusahaan.
"Jadi bukan tugas BPH Migas. Kita hanya memastikan tarif pengangkutan. Kami sudah menetapkan toll fee di 65 ruas dan itu selalu melalui public hearing, sidang komite," ujar Ifan.Â
Advertisement