Sukses

Selama Pandemi, Tren WNI Kerja di Luar Negeri Menurun

Survei tahun 2020 angka tersebut menurun menjadi hanya 46 persen orang yang ingin bekerja di luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta Selama Pandemi Covid-19, sebuah survei menunjukkan tren orang Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri menurun. Tahun 2014, 76 persen responden ingin bekerja di luar negeri. Namun survei tahun 2020 angka tersebut menurun menjadi hanya 46 persen orang yang ingin bekerja di luar negeri.

"Ketertarikan orang Indonesia kerja diluar negeri tahun 2014 itu 76 persen, tahun 2018 56 persen dan di tahun 2020 turun lavi menjadi 46 persen," kata Chief Marketing Officer at SEEK Asia, Ramesh Rajandran, dalam Media Gathering Jobstreet : Patner Karier Kini dan Nanti, Jakarta, Kamis (22/4/2021).

Hal ini sejalan dengan tren pekerja global yang ingin bekerja di luar negara asalnya. Tren pekerja yang ingin bekerja di luar negeri juga mengalami penurunan, tahun 2014 64 persen, tahun 2018 turun menjadi 57 persen dan di tahun 2020 kembali turun menjadi 50 persen.

"Jadi banyak yang ingin bekerja di negara asalnya, ingin membangun negerinya sendiri," kata dia.

Apalagi sejak terjadinya pandemi Covid-19, ketidakpastian yang tinggi menjadi faktor utama. Sebab banyak pelarangan dan aturan yang menyulitkan untuk bekerja di luar negeri.

Tren yang muncul saat ini justru pekerja Indonesia ingin bekerja di perusahaan asing tetapi tetap tinggal di Indonesia. Model kerja jarak jauh (remote) ini didukung koneksi digital yang sedang berkembang.

"55 persen pekerja Indonesia bersedia bekerja untuk perusahaan jarak jauh (remote)," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Daftar Negara

Adapun tiga negara yang dipilih pekerja Indonesia untuk bekerja secara jarak jauh yakni Australia, Jepang dan Singapura. Sedangkan tiga negara yang memilih memperkerjakan pekerja Indonesia untuk bekerja jarak jauh yakni, Malaysia, Singapura dan Brazil.

Sementara itu, tantangan yang paling umum dihadapi pekerja jarak jauh yakni perbedaan waktu dan budaya. Perbedaan waktu negara dinilai menjadi tantangan lain karena tidak perbedaan waktunya bisa lebih dari 2 atau 3 jam.

"Waktu ini harus diperhatikan, bisa saja di sini sudah malam tapi di negara lain masih siang," kata dia.

Selain itu, perusahan yang memperkerjakan karyawan lintas negara harus menyediakan layanan gaji dan asuransi secara global. Standar perlindungan data dan kesenjangan gaji. Kompensasi pegawai harus selaras dengan citra dan prinsip perusahaan.

Anisyah Al Faqir

Merdeka.com