Liputan6.com, Jakarta Berawal dari kegemaran makan camilan keripik dan kerupuk, pengusaha UMKM perempuan asal Malang, bernama Suryaningsih memutuskan membuka usaha keripik pada 2017.
Bermodal ratusan ribu rupiah, pengusaha binaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI ini bisa menikmati omzet hingga Rp 100 juta per bulan.
“Saya mulanya di November 2017, waktu itu karena saya orang Malang tiada hari tanpa kerupuk dan keripik. Memang sih saya waktu itu hobi makan keripik tempe juga,” kata Suryaningsih kepada Liputan6.com, Selasa (27/4/2021).
Advertisement
Saat pindah ke Jakarta, Suryaningsih mengaku kesulitan untuk mencari cemilan keripik tempe. Dari sini, dia memberanikan diri memproduksi keripik sendiri dan menjual kepada teman-teman terdekatnya.
Baca Juga
Seiring berjalannya waktu, karena Suryaningsih rajin mengikuti pelatihan dan pembinaan dari Pemerintah terkait pengembangan UMKM, produknya mulai dikenal. Bahkan sempat ikut serta dalam pameran ke Malaysia dan Singapura.
Meski demikian, dia mengaku pernah sempat tak percaya diri. Karena kemasan produk yang masih sangat sederhana dibandingkan produk UMKM asal negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, hingga Vietnam.
“Dari situ saya belajar bahwa ternyata kita itu dipandang sebelah mata, karena packaging kita jelek dan waktu itu packaging saya juga jelek sih hanya baru pakai plastik bening dan pakai stiker. Saya merasa tertantang, masa UMKM kita tidak bisa,” ujarnya.
Kembangkan Brand WOH CHIPS
Belajar dari sana, ibu rumah tangga berusia 41 tahun ini mulai mengembangkan brand dengan nama WOH CHIPS. Kata ‘WOH’ sendiri berasal dari Bahasa Jawa ‘woh-wohan’ yang berarti buah-buahan.
Suryaningsih berharap produk dengan brand tersebut bisa berbuah bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Akhirnya dia mulai memperbaiki desain dan kemasan secara perlahan-lahan. Bahkan dibutuhkan kurang lebih 4 tahun hingga akhirnya bisa memiliki brand “WOH CHIPS” seperti saat ini.
Jika dulu produk keripik sebatas dijual ke sesama teman, kini WHO CHIPS sudah bisa ditemukan di supermarket besar. Selain itu, keripiknya juga merambah masuk bioskop.
Bahkan owner dari salah satu pemilik bioskop, merupakan pelanggan setia WHO CHIPS. Dari sini, Suryaningsih ditawarkan untuk memasarkan produk keripiknya di bioskop.
Biasanya Suryaningsih memproduksi 500 pcs keripik per hari. Harga WHO CHIPS dibanderol dari Rp 15 ribu hingga Rp 50 ribu saja.
Sempat Dipandang Rendah
Suryaningsih bercerita pernah dipandang rendah ketika memulai usaha. Sebab bisnis keripik itu bisnis kecil dan banyak pesaing. Dia dianggap hanya ibu rumah tangga yang tidak kompeten dalam berbisnis.
Namun, berbekal tekad yang kuat dan percaya diri tinggi. Suryaningsih optimis mampu mengembangkan bisnis keripiknya.
Hal itu terbukti, berkat rajinnya mengikuti binaan dari pemerintah dan sharing bersama teman-teman sesama UMKM membuat usahanya semakin berkembang.
“Kadang-kadang dari dipandang rendah banyak karena kita cewek, itu juga lebih berat tapi syukurnya saya rajin ikut binaan jadi saya punya banyak teman terus,” ungkap Suryaningsih.
Kini, dia memiliki 7 pekerja tetap yang bertugas memproduksi dan mengemas produk. Jika sedang banyak pesanan pekerja ditambah untuk membantu mempercepat produksi.
“Biasanya mengambil pekerjanya dari teman tidak ada syarat khusus. Karena untuk memproduksi keripik itu mudah dan biasanya saya tambahkan itu di bagian packing,” ujarnya.
Tentunya itu suatu kebanggaan bagi perempuan ini. Produk keripik yang semula dipandang sebelah mata kini pemasarannya semakin luas.
“Kalau untuk di luar negeri kebetulan kita sudah dari berapa tahun ekspornya ke Singapura, Malaysia, Taiwan. Terakhir kita juga ekspor ke Kanada itu semua saya banyak kerjasama dengan pemerintah. Saya itu memang pembinaan dari kelurahan juga binaan dari UMKM saya juga binaan dari BRI,” ungkap dia.
Advertisement
Terbantu Pelatihan
Meskipun kini beromzet hingga Rp 100 juta per bulan, usaha keripik milik Suryaningsih sempat terdampak pandemi covid-19. Hal itu dirasakan ketika penjualan keripik menurun drastis 80 persen selama 3 bulan pertama pandemi.
Beruntungnya di tengah kesulitan, dia mengikuti pelatihan BRIPreneur dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Berkat pelatihan tersebut penjualannya meningkat baik di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri.
“Dan saya bersyukur waktu itu ada program dari pemerintah yang BRIpreneur, saya terpilih terus dari situ saya ikut untuk pelatihan dan masuk ke toko online Indonesia mall, Alhamdulillah dari situ omzet sekitar naik dua kali lipat dari keseluruhan tahun,” jelas dia semringah.
Selain dagangan laku lagi, Suryaningsih pun tidak menyangka saat mengikuti pelatihan BRIPreneur, juga diganjar juara 3 nasional untuk penjualan.
Menurutnya mengikuti pelatihan dan pembinaan itu sangat penting. Banyak hal positif yang diperoleh, seperti mendapatkan sertifikat HACCP dari pemerintah sehingga memudahkan untuk ekspor.
Padahal, harga memiliki sertifikat HACCP itu cukup mahal hingga puluhan juta. Namun dengan bantuan Pemerintah, UMKM didorong untuk naik kelas.
“HACCP itu adalah standar rendah bagi industri makanan di internasional tapi karena pemerintah mulai banyak mengajak UKM supaya naik kelas. Jadi saya ikutan, saya terbantu banyak terutama waktu ekspor sangat membantu ketika kita punya sertifikat HACCP,” imbuh Suryaningsih.
Jadi Nasabah BRI
Camilan keripik WOH CHIPS milik Suryaningsih sebenarnya sudah masuk ke Rumah Kreatif BUMN (RKB) pada 2018. Pada tahun yang sama dia juga menjadi nasabah BRI.
Waktu itu dia mendapat informasi dari grup WhatsApp UMKM, jika dia dan UMKM lain akan dibimbing untuk tergabung dalam layanan penjualan pesan antar 2 startup.
Tergabung dalam RKB BRI tersebut, membuat wawasan Suryaningsih semakin bertambah. Lebih paham cara berjualan secara online melalui aplikasi.
Di sini, ikut dan dibantu mengenai desain dan packaging yang baik dan menarik. “Dengan adanya pendamping kita jadi cepat maju plus kita dibantu dijualin produk, kan seringkali produk itu pasarnya yang susah jangkau, nah ini dibantu. Dari RKB juga ada pameran offline dan online,” ujarnya.
Selain pelatihan, dia sebenarnya ikut ditawarkan bantuan program permodalan RKB BRI, namun Suryaningsih merasa belum membutuhkannya. Sebab ada beberapa pertimbangan.
Meski dia berpikir, mungkin ada saatnya bila benar-benar membutuhkan modal maka akan mengambilnya.
Suryaningsih pun mengucapkan terima kasuih yang besar kepada Pemerintah. Khususnya program-program yang diluncurkan BRI terkait UMKM.
Dia berharap program lama BRI seperti Indonesia mall tetap dipertahankan sebagai pasar untuk UMKM-UMKM yang sudah dibina BRI.
“Saya berharap kedepan BRI tetap support untuk UMKM-UMKM karena kita tidak bisa hanya jalan sendiri. Dengan adanya program itu membantu banget dan kita bisa mengajak teman-teman UMKM itu untuk ikut juga, agar mereka bisa naik kelas jika mengikuti pelatihan-pelatihan,” pungkasnya. (*)