Sukses

Kalahkan AS dan Jerman, Indonesia Jadi Produsen Biodiesel Terbesar Dunia

Indonesia memiliki kapasitas produksi biodiesel terbesar di dunia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, Indonesia memiliki kapasitas produksi biodiesel terbesar di dunia.

Melalui program B30, produksi biodiesel Indonesia tercatat berkapasitas 137 ribu barel per hari, lebih besar dibandingkan Amerika Serikat yang kapasitasnya 112 ribu barel per hari.

"Untuk Brasil 99 ribu barel oil per day di atas Jerman yang sebesar 62 ribu barel oil per day," ujar Airlangga dalam webinar, Senin (26/4/2021)

Lanjut Airlangga, produksi biodiesel ini menjadi salah satu komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi rumah kaca dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan.

Indonesia sendiri berkomitmen mengurangi 29 persen gas emisi rumah kaca dan 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Kesepakatan ini juga sudah diratifikasi dengan UU Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change.

Ditargetkan, pada 2026, bauran energi primer minimal khususnya EBT dapat mencapai 23 persen, tenaga gas mencapai 22 persen dan konservasi energi mencapai 11 persen.

"Perjuangan akselerasi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerintah pusat dan daerah selalu membutuhkan kerjasama dan dukungan dari para stakeholder. Sinergi akan mempercepat transisi dari energi fosil ke EBT," ujar Airlangga.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Jangan Buang Minyak Jelantah, Bisa Jadi Bahan Baku Biodiesel yang Menguntungkan

Minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai ternyata berpotensi memenuhi kebutuhan biodiesel nasional hingga 32 persen.

Minyak jelantah ini tercatat bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar biodiesel secara komersil. Potensi besar ini dipetakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam memenuhi kebutuhan pemanfaatan B30.

Subkoordinator Keteknikan Bioenergi Kementerian ESDM Hudha Wijayanto mengungkapkan, ada 2 prinsip utama yang harus dipenuhi apabila menjadikan jelantah sebagai bahan baku biodiesel.

"Pertama, kualitas minyak jelantah harus mencapai standar spesifikasi biodiesel. Kedua, punya nilai keekonomian tinggi dan dapat diimplementasikan," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (18/4/2021).

Menurut Hudha, jika minyak jelantah dikelola dengan 2 prinsip tersebut, maka pemanfaatannya dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional.

"Jika kedua prinsip tersebut bisa dipenuhi oleh biodiesel dari jelantah, maka potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional," katanya.

3 dari 3 halaman

Berdampak Positif ke Lingkungan

Pada kesempatan yang sama, Engagement Unit Manager Traction Energy Asia Ricky Amukti menandaskan keberadaan minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan.

"Minyak jelantah yang dibuang sembarangan akan berpengaruh langsung terhadap lingkungan hidup. Jika menumpuk di selokan, akan menimbulkan bau dan air selokan jadi kotor. Jika terserap di tanah, kualitas tanah akan menurun," ungkapnya. 

Ricky menambahkan penggunaan biodiesel dari minyak jelantah ini akan menekan jumlah emisi karbon. Berdasarkan analisa Kementerian ESDM, biodisel sendiri berpotensi mengurangi 91,7 persen emisi karbon dibandingkan solar.

"Jika memanfaatkan jelantah, kita tak perlu mengganti hutan dengan perkebunan kelapa sawit, yang justru berpotensi meningkatkan emisi karbon," tuturnya.Â