Sukses

Mantan Gubernur BI: Banyak Perusahaan Asuransi Terlihat Sehat, Tahu-Tahu Bermasalah

Dewan Penasihat Indonesia Financial Group (IFG) Agus Martowardojo mengatakan, cukup banyak perusahaan asuransi lokal yang bermasalah dalam beberapa waktu belakangan.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Penasihat Indonesia Financial Group (IFG) Agus Martowardojo mengatakan, cukup banyak perusahaan asuransi lokal yang bermasalah dalam beberapa waktu belakangan. Hal ini menjadi salah satu tantangan dalam mendorong perbaikan industri asuransi.

"Kita memahami, beberapa saat belakangan ini, cukup banyak perusahaan asuransi lokal yang bermasalah. Itu adalah tantangan," ujarnya saat memberikan sambutan d IFG 2021, Jakarta, Rabu (28/4).

Agus yang juga Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) melanjutkan, ada beberapa perusahaan asuransi terlihat sehat namun kemudian terungkap ke masyarakat telah bermasalah. Hal tersebut pun memunculkan rasa kaget.

"Kita tahu-tahu kaget perusahaan yang semula dikatakan baik dan sehat, nggak tahunya kemudian ada masalah. Ini tantangan yang ada," jelasnya.

Adapun permasalah muncul karena adanya persaingan kurang sehat antar pelaku industri jasa keuangan. Kemudian juga tidak ada pengelolaan keuangan yang profesional.

"Kita juga melihat bahwa terjadi persaingan kurang sehat antara pelaku industri jasa keuangan, kita melihat pengelolaan yang tidak cukup profesional. Ini kemudian tidak terungkap kepada masyrakat," katanya.

Sementara itu, dari sisi pengawasan otoritas juga masih terlihat ada ruang perbaikan. Agar tidak semakin banyak perusahaan asuransi yang jatuh dalam kerugian dan merugikan masyarakat.

“Kita juga melihat bahwa mungkin dibandingkan dengan pengawasan di sektor keuangan yang lain, misalnya di perbankan, ruang perbaikan untuk di sektor industri keuangan non bank itu masih ada ruang untuk perbaikan,” tegasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Selesaikan Gagal Bayar Asuransi, Restrukturisasi Dinilai Jadi Solusi Terbaik

Pengamat Asuransi, Kapler A Marpaung menilai program restrukturisasi polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi gagal bayar di perusahaan asuransi.

Kapler menyebutkan, penyelamatan perusahaan asuransi melalui program restrukturisasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71 tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Mengacu aturan itu, kata Kapler, selama kondisi keuangan mengalami tekanan, maka perusahaan dalam hal ini pemegang saham wajib melakukan restrukturisasi. Seperti contohnya yang saat ini adalah Jiwasraya.

“Dalam restrukturisasi misalnya, Jiwasraya memohon untuk meminta diskon pengembalian kepada nasabah. Apakah dana pemegang polis dilakukan secara dicicil dan mendapatkan persetujuan, itu sah sah saja. Memang ini kondisi yang berat, tapi ini menjadi jalan keluar,” terangnya dalam acara Dialog Bisnis Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Industri Asuransi, pada Selasa (27/4/2021).

Seperti yang diketahui, masalah yang terjadi di Jiwasraya terjadi karena adanya pembiaran dan mismanajemen yang terjad sejak tahun 2008. Dalam kondisi keuangan yang sedang sulit, saat itu Jiwasraya menawarkan produk asuransi yakni JS Saving Plan dengan imbal hasil pasti yang tinggi. Misalnya untuk Bancassurance mencapai sebesar 9 persen hingga 13 persen. Selain Saving Plan, bunga yang sangat tinggi juga dijanjikan kepada produk asuransi tradisional atau ritel dengan bunga mencapai 14 persen.

Dia melihat, masalah yang terjadi di industri asuransi nasional tidak hanya Jiwasraya. Melainkan ada juga PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, Wanaartha Life, Kresna Life hingga PT Asabri (Persero). Ia berharap, seluruh praktisi perasuransian ikut andil menyelesaikan persoalan di industri ini.

“Bukan tidak mungkin kalau kita biarkan masalahnya akan lebih besar lagi. Mari kita bersama-sama membantu ototirtas untuk membenahi industri ini supaya menjadi lebih sehat dan kuat di masa mendatang,” ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Prinsip GCG

Di sisi lain, untuk mendorong jalannya perusahaan asuransi yang sehat, ia menyarankan agar prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) harus segera berjalan.

“Apakah GCG cuma sekedar lipstik atau sudah menjadi soul? Prinsipnya kan GCG itu harus transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness,” tandasnya.

Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya Lembaga Penjaminan Polis. Hal itu untuk menciptakan rasa kepercayaan peserta asuransi terhadap industri asuransi. Kelak, dengan adanya lembaga ini akan menjadi partner OJK dalam mengawasi industri jasa keuangan.

“Oleh karena itu sangat urgen adanya Lembaga Penjamin Polis ini, untuk membangun kepercayaan industri asuransi, dengan adanya lembaga ini pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar,” jelasnya.

Koordinator Juru Bicara Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya, R. Mahelan Prabantarikso menyampaikan, bahwa program restrukturisasi adalah bentuk tanggung jawab pemerintah kepada pemegang polis.

Tim Percepatan Restrukturisasi mewakili pemerintah terus berupaya meyakinkan pemegang polis untuk ikut dalam program ini. Pada dasarnya, program ini dibuat untuk menghindari kerugian yang lebih besar kepada pemegang polis apabila Jiwasraya harus dilikuidasi atau dipailitkan.

“Melalui restrukturisasi, kami akan membawa mereka ke IFG lIfe dengan manajemen yang lebih baik lagi. Yang jelas, kami memohon maaf, apabila program restrukturisasi ini tidak memuaskan semua pihak, tapi kami selaku manajemen baru Jiwasraya ingin menyelamatkan polis yang ada,” ujar Mahelan yang juga Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya.