Sukses

Belanja Negara Bakal Dipatok Rp 2.775 Triliun dalam APBN 2022

Belanja negara pada 2022 berkisar antara 14,69 - 15,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 2.631,8 triliun - Rp 2.775,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Belanja negara pada tahun depan diprediksi akan berkisar antara Rp 2.631,8 triliun - Rp 2.775,3 triliun.

Sri Mulyani mengatakan, belanja negara pada tahun depan berkisar antara 14,69 - 15,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 2.631,8 triliun - Rp 2.775,3 triliun. Jumlah ini lebih tinggi daripada 2021 yaitu 15,58 persen dari PDB atau Rp 2.750 triliun.

Menurutnya, belanja negara akan terus didesain secara automatic stabilizer. "Artinya waktu ekonomi menekan masyarakat maka kita membantu, waktu ekonomi membaik maka APBN akan menurun atau scaling down. Sehingga APBN tetap fleksibel dan relatif bisa dijaga keberlanjutan dan kesehatannya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2021 pada Kamis (29/4/2021).

Belanja ini dialokasikan untuk belanja pusat dengan kisara 10,36 - 10,63 persen dari PDB atau Rp 1.856 triliun - Rp 1.929,9 triliun, dan transfer ke daerah dan dana daerah berkisar 4,33 - 4,66 persen dari PDB atau Rp 775,8 triliun - 845,3 triliun)

Sementara itu, pendapatan negara pada 2022 berkisar 10,18 - 10,44 persen dari PDB atau Rp 1.823,5 triliun - Rp 1.895,4 triliun.

Pendapatan ini terdiri dari penerimaan pajak berkisar Rp 8,37 - 8,42 persen dari PDB atau Rp 1.499,3 triliun - Rp 1.528,7 triliun, PNBP antara 1,80 - 2 persen dari PDB atau Rp 322,4 triliun - 363,1 triliun, dan hibah berkisar 0,01 - 0,02 persen dari PDB atau 1,8 triliun - 3,6 triliun.

Defisit pada 2022 diprediksi berkisar 4,51 - 4,85 persen dari PDB atau Rp 808,2 triliun - Rp 879,9 triliun. Angka ini lebih kecil daripada 2021 yaitu 5,70 persen dari PDB atau Rp 1.006,3 triliun.

Menurut Sri Mulyani, outlook 2021 menjadi baseline untuk penyusunan postur makro finansial 2022. APBN 2021 masih sebagai instrumen utama untuk penanganan Covid-19, program vaksinasi, dan akselerasi pemulihan ekonomi dengan menjaga desifit di 5,7 persen dari PDB.

"APBN 2022 digunakan sebagai instrumen kebijakan penguatan recovery dan menjalankan reformasi struktural," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

APBN 2021 Kerja Keras Dukung Pemulihan Ekonomi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2021 masih fokus pada mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional. Sejauh ini proses pemulihan ekonomi tersebut terlihat positif dengan beberapa sektor mencatatkan kinerja lebih baik ketimbang tahun lalu.

"Countercyclical (APBN) di 2021 masih kita lakukan juga. Akan tetapi kali ini fokus lebih memperkuat proses pemulihan ekonomi, karena kita tahu bahwa di 2021 berbagai indikator ekonomi lebih baik dari 2020. Nah, dalam konteks ini APBN di dorong melakukan perannya dalam mendukung pemulihan ekonomi 2021," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu dalam acara Lecture Series ke-6 bertajuk Pemulihan Ekonomi dari Pandemi Covid-19: Telaah Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi, Kamis (29/4/2021).

Bos BKF ini mengungkapkan, kerja keras APBN untuk mendukung pemulihan ekonomi di tahun ini tercermin dari meningkatnya belanja negara di kuartal I. Tercatat, realisasi belanja negara sebesar Rp 523 triliun hingga Maret 2021.

"Itu artinya belanja negara tumbuh 15,6 persen secara year on year (yoy)," jelasnya.

Febrio merinci, peningkatan realisasi tersebut terdiri atas belanja kementerian/lembaga (K/L) yang tumbuh 41,2 persen. Anggaran digunakan untuk belanja modal seperti proyek infrastruktur dasar dan konektivitas, belanja barang seperti vaksinasi dan bantuan produktif, serta penyaluran berbagai bansos.

Sedangkan untuk belanja non-K/L, realisasi naik mencapai 9,9 persen. Anggaran digunakan untuk manfaat pensiun, subsidi energi, dan program pra kerja.

Lalu, belanja APBN lainnya yakni transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tercatat yang tumbuh sebanyak 0,9 persen. Adapun komponen yang tumbuh positif ialah DAK, Dana Desa (penyaluran BLT Desa), DBH, dan DID.