Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim mengeluh, banyak pelaku industri di dalam negeri yang tidak memiliki komitmen penggunaan produk dalam negeri. Hal ini membuat produk buatan Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
"Beberapa industri kita ini sebenarnya punya masalah dalam hal komitmen untuk menggunakan produk dalam negeri," kata Silmy dalam Webinar Strategi Membangkitkan Kembali Sektor Industri di Indonesia, Jakarta, Kamis (29/4/2021).
Baca Juga
Silmy bahkan menyebut pelaku industri di Indonesia seringnya tidak kompak seperti Jepang, Korea Selatan hingga Amerika Serikat yang bkerja sama dalam mengasilkan gerakan ekonomi. Seringnya mereka justri mencari celah dan beralasan untuk tidak menggunakan produk buatan dalam negeri.
Advertisement
"Kecenderungannya, kita hina produk dalam negeri dan mencari alasan buat impor," ungkapnya.
Tak hanya itu, implementasi kebijakan seringnya juga tidak sinkron dengan tujuan membangun negeri lewat industri. Dibukanya keran impor tidak sejalan dengan berbagai kampanye untuk mencintai dan menggunakan produk dalam negeri.
"Sekarang ada ketidaksinkronan impor dan kebijakan membangun indutri dalam negeri," kata dia.
Â
Era Sebelum Reformasi
Silmy mengatakan, di era sebelum reformasi, pemerintah sangat mengedepankan penggunaan produk dalam negeri. Sebisa mungkin pemerintah menekan keran impor agar produk anak bangsa memiliki pasar yang jelas. Bahkan, kala itu ada kementerian khusus yang bertanggungjawab untuk memastikan produk dalam negeri digunakan.
"Zaman Pak harto ini ada menteri muda yang membidangi produk dalam negeri, Pak Ginanjar. Di zaman Bung Karno ini ada jugsa asatu kementerian yang mengurusinya," kata dia.
Untuk itu, yang perlu dilakukan untuk membuat produk dalam negeri menjadi tuan rumah, maka harus ada kesiapan dari pengambil kebijakan atau pemegang proyek-proyek untuk melakukannya. Misalnya dalam pembangunan kilang sampai menjadi prduk harus dilakukan dengan menggunakan produk dalam negeri dan menjamin ketersediaan pasarnya.
"Jadi dikawal dari aal sapai akhir. Itu yang diperlukan, bukan hanya dalam konteks kebijakan tapi juga kesiapan dalam mewujudkannya," kata dia.
Di sisi lain, tak dapat dipungkiri menjual produk lebih mudah ketimbang harus memproduksinya sendiri. Sehingga jalan pintas ini yang diambil tanpa peduli dengan nilai tambah yang bisa didapat justru lebih banyak ketika bisa memproduksi produk sendiri.
Anisyah Al Faqir
Advertisement