Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada lembaga perbankan syariah di Indonesia untuk mampu menghadirkan produk yang memberikan value atau nilai tambah lebih.
Tujuannya mampu menggaet banyak nasabah potensial yang mayoritas menetap di daerah dan didominasi oleh pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM).
Baca Juga
"Kami memberikan sedikit warning (peringatan) karena penduduk kita itu banyak tinggal di daerah dan mayoritas ekonomi kita di dukung oleh UMKM. Nah, sehingga masyarakat kita ini menginginkan adanya produk syariah yang memberikan value pada kita semua," ujar Ketua OJK Wimboh Santoso dalam acara Sarasehan Industri Jasa Keuangan di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/5).
Advertisement
Wimboh mengungkapkan, untuk bisa bersaing dengan lembaga perbankan konvensional, perbankan syariah diharuskan mampu menghadirkan produk yang mempunyai value.
Diantaranya dengan menyediakan produk dengan harga terjangkau, lengkap, dan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap setiap nasabah.
"Jadi, bukan hanya produknya syariah. Tapi juga memberikan value," tekannya.
Untuk itu, dia meminta kepada seluruh lembaga keuangan syariah di Indonesia dapat segera berbenah untuk menghadirkan produk yang memiliki value lebih. Apalagi, persaingan bisnis perbankan tengah menghadapi tekanan akibat dampak pandemi Covid-19.
"Kalau ternyata masyarakat tidak mendapatkan harga murah, tidak mendapatkan layanan yang baik, dan masyarakat juga tidak mendapatkan layanan yang lengkap ini juga berpikir dua kali untuk memilih syariah. Sehingga ini tantangan bagi kita semua," ujar dia mengakhiri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Wapre Ma'ruf Ungkap Penyebab Ekonomi Syariah Terkontraksi di 2020
Laporan Ekonomi Keuangan Syariah 2020 yang dirilis Bank Indonesia menyebutkan bahwa kontraksi ekonomi syariah Indonesia pada 2020 mencapai minus 1,72 persen (yoy). Angka ini masih lebih baik dibandingkan ekonomi nasional yang mencapai minus 2,07 persen.
Wakil Presiden, Ma'ruf Amin memahami, kinerja ekonomi syariah Indonesia memang alami kontraksi. Ini dikarenakan kinerja ekonomi syariah di masa pandemi hanya didorong oleh beberapa sektor prioritas dalam rantai nilai halal. Utamanya sektor pertanian dan makanan halal yang masih tumbuh positif.
"Sektor yang paling terdampak yaitu pariwisata ramah muslim. Adapun sektor fesyen juga terpukul, meski cukup ditopang penjualan secara online," katanya dalam webinar Ekonomi Syariah yang digelar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Rabu (28/4).
Namun di sisi lain dari pandemi Covid-19, juga memberikan dampak positif terhadap akselerasi proses digitalisasi di berbagai sektor ekonomi dan keuangan syariah. Digitalisasi berperan signifikan, di antaranya dalam menahan laju penurunan kinerja penjualan produk industri halal.
Selain itu juga bisa mempercepat mekanisme audit online dalam pengajuan sertifikasi halal, mendorong peningkatan keuangan sosial syariah terutama dalam hal pembayaran ZISWAF secara online oleh masyarakat.
Data Bank Indonesia mencatatkan nominal transaksi produk halal melalui perdagangan elektronik (e-commerce marketplace) selama Mei sampai Desember 2020 secara kumulatif tumbuh 49,52 persen dibanding periode yang sama tahun 2019.
Produk halal yang mendominasi transaksi adalah produk fesyen dengan pangsa mencapai 86,63 persen dari total nominal transaksi melalui e-commerce marketplace.
Digitalisasi juga terjadi pada metode pembayaran yang digunakan oleh masyarakat selama pandemi. Selama 2020, metode pembayaran transaksi produk halal di e-commerce marketplace didominasi oleh uang elektronik dan transfer bank, masing-masing sebesar 42,10 persen dan 23,08 persen dari pangsa.
Data terkini secara umum, volume transaksi keuangan digital perbankan Indonesia pada Maret 2021 telah mencapai 553,6 juta atau tumbuh 42,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun nilai transaksinya juga naik 26,44 persen atau mencapai Rp3.025,6 triliun (yoy).
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement