Liputan6.com, Jakarta - PT Jasa Raharja (Persero) mengkonfirmasi pernyataan Direktur Jenderal Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi bahwa mereka tidak akan menjamin santunan untuk korban kecelakaan dari penumpang travel gelap.
Direktur Utama Jasa Raharja Budi Rahardjo Slamet mengatakan, Jasa Raharja hanya bisa menyalurkan santunan kepada korban kecelakaan yang berstatus sebagai penumpang dari agen travel resmi. Sedangkan untuk travel gelap, tidak ada aturan yang mendasarinya. Â
Baca Juga
"Travel gelap itu tidak dijamin jasa Raharja, itu benar. Kalau terjadi musibah kecelakaan, khususnya kecelakaan tunggal, karena jasa Raharja itu akan mengutip iuran wajib atau premi daripada penumpang terhadap travel yang berbadan hukum resmi," ujarnya dalam sesi teleconference, Kamis (6/5/2021).
Advertisement
Dalam skema pembayaran nilai santunan kecelakaan, Budi menjelaskan, Jasa Raharja secara door to door akan langsung menghubungi pemilik dari agen perjalanan tersebut.
"Kalau travel gelap yang namanya gelap kan kita tidak tahu. Jadi itu yang jelas tidak terpantau atau tidak terdaftar di Jasa Raharja. Setiap kasus kecelakaan tunggal itu tidak dijamin oleh Jasa Raharja atau oleh pemerintah," tegasnya.
"Tapi kalau terjadi musibah kecelakaan tabrakan dua buah kendaraan bermotor, masing-masing menimbulkan korban apakah korban luka atau meninggal dunia, Jasa Raharja pasti menjamin," tambah Budi.
Budi menerangkan, biaya pembayaran santunan kepada korban kecelakaan didapatkan Jasa Raharja dari uang masyarakat langsung. Seperti saat pembuatan STNK di Kantor Bersama Samsat.
"Karena manfaat dari sumbangan wajib yang dibayar oleh pemilik kendaraan di Kantor Bersama Samsat adalah untuk menjamin pihak ketiga yang ditimbulkan akibat kendaraan dimaksud," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pikir Lagi! Ini Kerugian Jika Nekat Mudik Lebaran Pakai Travel Gelap
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi memaparkan empat risiko bagi masyarakat yang memaksakan diri mudik menggunakan agen perjalanan ilegal.
Pertama, penumpang berisiko terpapar COVID-19 karena travel gelap tidak menjalankan protokol kesehatan (prokes). Bila ada satu penumpang membawa virus tersebut, maka satu mobil itu akan tertular yang kemudian akan membahayakan masyarakat di lokasi tujuan pemudik.
"Angkutan ilegal atau travel gelap, biasanya pengemudi atau operatornya tidak memperhatikan prokes COVID-19. Pokoknya terisi penuh, makin penuh makin banyak untungnya," kata Budi Setiyadi dikutip dari Antara, Sabtu (1/5/2021).
"Makanya kami melakukan pencegahan dengan menindak tegas travel gelap supaya masyarakat tidak terkena COVID-19. Kalau ada satu yang bawa virus, semuanya kena," kata dia.
Risiko kedua, menurut dia adalah penumpang travel ilegal tidak mendapatkan jaminan asuransi kecelakaan lalulintas.
"Travel gelap, karena ilegal, jika mengalami kecelakaan tidak di-cover asuransi Jasa Raharja, tidak dijamin, berbeda dengan yang resmi," kata dia.
Budi menjelaskan, risiko ketiga bagi penumpang travel adalah tarif atau ongkos yang tinggi, namun tidak disertai layanan optimal.
"Travel gelap tarifnya tinggi banget. Penumpang rugi, harga lebih mahal dan tidak mendapat layanan protokol pencegahan COVID-19," kata dia.
Hal keempat yang menjadi risiko menggunakan travel gelar adalah dapat merusak ekosistem transportasi darat yang sudah resmi. Ia mengatakan, penumpang bus resmi akan berkurang karena sebagian penumpang memaksakan diri memakai travel gelap.
"Travel gelap merusak ekosistem angkutan yang sudah legal atau sudah berizin. Makanya kalau bus resmi berplat kuning keluar dari terminal lalu penumpangnya kurang, itu akibat penumpang lain yang memakai travel gelap. Merusak ekosistem," kata Budi.
Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya telah menangkap 115 kendaraan travel gelap di wilayah Jakarta dan sekitarnya dalam dua hari operasi, 27-28 April 2021.
Sebanyak 115 travel gelap terjaring melalui operasi gabungan Ditlantas Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Operasi tersebut dilakukan baik melalui patroli siber di media sosial dan pengawasan langsung di jalur mudik.
Advertisement