Liputan6.com, Jakarta PT Total Oil Indonesia telah menyudahi bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia. Hal serupa pernah dilakukan perusahaan minyak dan gas (migas) lain asal Malaysia, Petronas yang berhenti beroperasi di Tanah Air sejak 2012.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai hengkangnya kedua perusahaan raksasa tersebut bisa jadi pelajaran bagi PT Pertamina (Persero), agar tidak mengalami nasib serupa di negeri orang.
Mamit lantas menyoroti beberapa negara seperti Malaysia, yang menerapkan aturan ketat bagi perusahaan asing untuk terlibat dalam bisnis SPBU ritel di negaranya.
Advertisement
"Ini jadi masalah untuk Pertamina. Beberapa negara seperti Malaysia itu begitu ketat terkait dengan kewajiban bagi SPBU asing dalam berinvestasi di negara mereka," ujar Mamit kepada Liputan6.com, Sabtu (8/5/2021).
"Malaysia itu meminta Pertamina harus membangun storage sendiri dimana itu sangat tinggi dari sisi investasi," dia menegaskan.
Terlebih dia melihat Pertamina saat ini sedang melihat peluang untuk melakukan ekspansi bisnis SPBU di luar Indonesia, seperti di Vietnam.
"Tapi sepengatahuan saya, untuk Vietnam Pertamina bekerjasama dengan SPBU lokal dalam pembangunan SPBU di sana," kata Mamit.
Oleh karenanya, Mamit coba mengimbau Pertamina agar saat ini fokus terlebih dahulu di dalam negeri, sampai semua sudah terpenuhi dan pelayanan semakin baik.
"Jika memang sudah siap ekspansi SPBU ke luar negeri, maka diperlukan investasi besar serta harus diperhitungkan dengan baik agar tidak menjadi Petronas atau Total di kemudian hari," imbuh Mamit.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ditinggal Total Oil, Bisnis SPBU di Indonesia Tetap Jadi Lahan Basah
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, memandang pasar bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ritel di Indonesia masih jadi lahan basah bagi perusahaan minyak dan gas (migas) asing, meski telah ditinggal PT Total Oil Indonesia.
Mamit menilai, bisnis SPBU di Tanah Air saat ini tetap jadi incaran bagi perusahaan migas asing besar seperti British Petroleum dan PT AKR Corporindo Tbk.
"Bisnis SPBU ritel kita saya kira masih sangat menarik. Terbukti BP bersama AKR mencoba mencari ceruk pasar dari SPBU swasta dan pertamina, dan sepertinya mereka berhasil mengambilnya," ungkapnya kepada Liputan6.com, Jumat (7/5/2021).
Menurut dia, korporasi raksasa dari luar negeri melihat potensi pasar kendaraan bermotor di Indonesia masih sangat besar. Itu terbukti dari kepemilikan kendaraan individu, baik roda empat maupun roda dua yang terus meningkat.
"Jumlah kendaraan bermotor setiap tahun mengalami peningkatan, dan pastinya ini menjadi peluang dalam bisnis ritel SPBU," sebut Mamit.
Persaingan bisnis SPBU di dalam negeri disebutnya semakin hari semakin ketat. Selain BP dan AKR, Shell selaku perusahaan migas multinasional asal Belanda kini semakin menancapkan kukunya di Indonesia.
"Saya kira memang persaingan bisnis SPBU ini semakin hari semakin ketat. Apalagi dengan hadirnya BP dan juga Vivo selain Shell, maka Total semakin tertekan," ujar Mamit.
Advertisement