Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengaku telah mengajukan usulan kepada pemerintah untuk menangani beras yang sudah menahun tersimpan di gudang Bulog. Pembahasan ini pun telah dilakukan dalam rapat koordinasi terbatas bersama Presiden Joko Widodo.
"Kami sudah mengajukan dan sudah dua kali rapat untuk menyelesaikan beras menahun ini agar bisa digunakan," kata Budi Waseso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Perum Bulog, Jakarta, Selasa (18/5/2021).
Baca Juga
Salah satu usulan yang diajukan Buwas (Budi Waseso) meminta izin kepada pemerintah agar cadangan beras pemerintah (CBP) yang sudah menahun dijual dengan harga murah. Semula beras dijual Rp 8.300 per kilogram diturunkan menjadi Rp 6.500 per kilogram.
Advertisement
"Jadi ada penurunan harga supaya bini bisa laku dan bisa ditangani," kata dia.
Lalu, lanjut Buwas selisih harga dari diturunkan ini nantinya akan ditagih kepada pemerintah. "Kita usulkan dijual dengan harga turun, ini beras CBP ini selisihnya ditagih ke negara," sambungnya.
Namu dua kali rapat tersebut masih belum menghasilkan keputusan. Buwas mengklaim dalam rapat tersebut Presiden Jokowi telah menyetujui usulannya.
"Secara lisan Presiden ini minta ditangani, dan setuju kalau ini dijual harga murah," kata dia.
Hanya saja masih belum ada keputusan resmi karena pemerintah harus membayarkan selisih bayar mencapai Rp 740 miliar. "Tapi persoalannya negara harus keluarkan uang untuk selisih Rp 740 miliar dan ini masih dicari solusinya," kata orang nomor satu di Perum Bulog itu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Beras Tak Layak Konsumsi
Terkait cadangan beras hasil impor sebanyak 412 ribu ton yang disebut tidak layak konsumsi, Buwas mengaku telah bersurat kepada kementerian terkait. Bahkan tiga surat telah dilayangkan.
"Kami sudah bersurat kepada kementerian terkait untuk penanganan masalah ini, sudah 3 kali kami bersurat buat 412 ribu ton beras eks impor," kata dia.
Dia menjelaskan kondisi beras tersebut bukan tidak layak konsumsi. Melainkan masih bisa digunakan dengan perawatan khusus. Hanya saja, biaya perawatan tersebut dinilai sangat tinggi.
"Yang 412 ribu ton ini bukan nggak bisa digunakan, bisa tapi dengan perawatan dan biaya perawatannya tinggi," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement