Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan membeberkan beberapa produk yang paling laris manis selama pandemi Covid-19. Produk tersebut banyak dibeli mengingat aktivitas masyarakat mayoritas dilakukan di rumah.
"Jadi ada beberapa jadi peningkatan apa pembelian di dalam negeri ini cukup meningkat. Bahkan ada kajian yang dilakukan oleh Markplus yang dipublikasikan bulan bulan sebelum ini ada kategori produk akan yang yang yang menarik dan paling banyak dibeli," ujar Oke dalam diskusi daring, Jakarta, Rabu (19/5).
Baca Juga
Produk itu, kata Oke, sebelum pandemi tidak terlalu banyak diminati masyarakat. Namun ada juga produk yang biasa di beli kemudian permintaan meningkat seiring dengan kebutuhan dan ketergantungan masyarakat yang meningkat terhadap produk tersebut.
Advertisement
"Yaitu seperti produk digital, facial, kecantikan, makanan dan minuman, perlengkapan rumah tangga atau perlengkapan rumah sendiri, gadget, sistem elektronik rumah tangga dan sebagainya," kata Oke.
Oke malanjutkan, mayoritas pembelian produk-produk tersebut kini tak lagi dilakukan secara langsung mendatangi toko namun sudah bergeser ke digital. Hal ini pun membuat penjualan secara e-commerce terus meningkat.
"Penjualan produk itu banyak mengalami peningkatan dan tentunya di era sekarang ini, pola perdagangan sudah mulai bergeser ke peningkatan di perdagangan berbasis sistem elektronik," paparnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekspor Produk UMKM Indonesia Kalah dengan Malaysia dan Thailand
Wakil Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, ekspor produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih stagnan di angka 15 persen. Angka ini masih tertinggal dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand.
"Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia dan Thailand. Sekitar 15 persen porsi UMKM untuk ekspor, itu Malaysia sudah mendekati 20 persen. Sementara Thailand sudah mendekati angka 30 persen," ujar Eko dalam diskusi daring, Senin (10/5/2021).
Hal yang membuat Indonesia tertinggal dibandingkan dua negara Asean lainnya adalah, kemampuan dan kemauan negara untuk membangun UMKM. Misalnya, Malaysia memberikan pembinaan dan pembiayaan secara intensif.
"Jadi kita jauh tertinggal, jadi saya tertarik melihat seperti apa Thailand dan Malaysia dalam membangun UMKM begitu. Ya salah satunya kalau Malaysia membangun ekosistem untuk UMKM," jelasnya.
"Jadi (Malaysia) baik dalam level pembiayaan dan pembinaan, itu juga dilakukan secara intensif. Sehingga wajar kemudian mereka mampu naik kelas dan ekspansi bisnisnya hingga sampai ke ranah ekspor," sambungnya.
Aspek kredit pun, kata Eko, menjadi instrumen lain dari pengembangan UMKM Malaysia yang mencapai level 50 persen. Persentase tersebut, naik signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Advertisement
Dukungan Pembiayaan
Sementara, Indonesia hingga kini masih berada di level 19 hingga 20 persen. Padahal dukungan pembiayaan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja UMKM dalam mendorong kinerja usahanya.
"Kalau kita lihat, ini spesifikasi dari sisi kredit nya dan dukungan pembiayaan. Dukungan pembiayaan di Indonesia sangat flat, ini sekitar 19 persen hingga 20 persen. Dari tahun ke tahun segitu gitu aja gak naik naik, sehingga harus ada terobosan kalau tidak ini sangat tertinggal," jelasnya Eko.
Dengan demikian, upaya transformasi Kementerian BUMN menghadirkan Holding Ultra Mikro dinilai langkah tepat untuk membuat roda UMKM bergeliat. Holding tersebut merupakan sinergi antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Reporter; Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.comÂ