Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berkirim surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai pembahasan RUU KUP dan tata cara perpajakan. RUU tersebut nantinya akan membahas mengenai PPN, PPNBM, UU Cukai dan sebagainya.
"PPN masih ada pembahasan, karena ini menjadi bagian RUU perubahan kelima tentang KUP dan tata cara perpajakan. Itu yang diatur memang ada di dalamnya PPN termasuk PPh orang perorangan, pengurangan tarif PPh badan dan terkait PPN barang/jasa," jelas Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Baca Juga
"Kemudian PPnBM, UU Cukai, dan terkait carbon tax, lalu ada terkait dengan pengampunan pajak. Hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR. Presiden sudah berkirim surat dengan DPR utuk membahas ini," sambungnya.
Advertisement
Terkait isu kenaikan PPN, Airlangga mengatakan, pemerintah akan melakukan pembahasan intens dengan DPR. Semua keputusan nantinya akan disesuaikan dengan memperhatikan kondisi dan situasi perekonomian terkini.
"Pemerintah tentu memerhatikan situasi perekonomian nasional. Selain PPN, itu juga akan ada pajak penjualan. Sehingga ada hal yang diatur dan membuat pemerintah mengatur sektor manufaktur, perdagangan dan jasa," paparnya.
Mantan Menteri Perindustrian tersebut menambahkan, keputusan nantinya akan diterapkan pada waktu yang tepat dengan skenario yang lebih luas. "Ini akan diberlakukan pada waktu yang tepat dan skenario dibuat lebih luas, artinya tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan," tandasnya.
Reporter:Â Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tarif PPN Mau Naik, Tapi Orang Kaya Masih Susah Bayar Pajak
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menyoroti rencana kenaikan tarif pajak pembangunan negara (PPN) pada 2021 mendatang. Di sisi lain, ia masih melihat sulitnya pemerintah meraup pajak dari para orang kaya yang ada di Tanah Air.
"Solusi lain banyak selain naikan PPN tapi butuh political will. Misalnya berkaitan dengan pemajakan aset orang kaya secara lebih tinggi," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (19/5/2021).
Dia lantas membandingkan dengan yang dilakukan Joe Biden di Amerika Serikat, saat menargetkan pajak orang kaya lebih tinggi. Menurutnya, upaya tersebut bisa mempertipis jarak antara si kaya dan si miskin, sekaligus meraih pendapatan pajak lebih besar.
"Jadi arah kebijakan perpajakan global adalah menurunkan ketimpangan sekaligus meningkatkan rasio pajak. Dalam konteks Indonesia, selama ini kontribusi pajak orang kaya di Indonesia masih rendah," ungkapnya.
Mengutip catatan Forbes saat merilis daftar 50 orang paling kaya di Indonesia di 2019, Bhima menyatakan, total kekayaan seluruhnya pada saat itu diestimasi mencapai Rp 1.884,4 triliun.
"Sementara realisasi PPh 21 per November 2019 mencapai Rp 133,1 triliun mencakup seluruh masyarakat dari beragam kelas pendapatan. Selama ini rata-rata kontribusi orang kaya terhadap total penerimaan pajak sebesar 0,8 persen atau Rp 1,6 triliun," terangnya.
Selain menaik tarif PPN, Bhima melanjutkan, strategi lain yang bisa ditempuh pemerintah yakni mengevaluasi semua insentif perpajakan seperti penurunan tarif PPh badan untuk korporasi yang dianggap menggerus rasio pajak.
Advertisement