Sukses

Realisasi Anggaran PEN Capai Rp 182,39 Triliun hingga 18 Mei 2021

Anggaran PEN perlindungan sosial sudah terealisasi sebesar Rp 57,04 triliun atau 39 persen dari pagu anggaran Rp 148,27 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (Anggaran PEN) 2021 sudah mencapai Rp 182,39 triliun hingga 18 Mei 2021. Realisasi ini setara dengan 26,1 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 699,43 triliun.

"PEN kita 2021 sudah teralisir Rp 182 triliun dari Rp 699 triliun atau 26 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin, (24/5/2021).

Jika dirinci, realisasi anggaran PEN untuk klaster kesehatan adalah sebesar Rp 30,83 triliun atau 18 persen dari pagu Rp 172,84 triliun. Menurut Sri Mulyani, pagu anggaran untuk klaster kesehatan ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan realisasi 2020 yang sebesar Rp 62,67 triliun.

"Dalam hal ini dibandingkan realisasi 2020 yang anggarannya mencapai Rp 62 triliun ini kenaikan yang luar biasa tinggi, terutama nanti untuk pembelian vaksin, vaksinasi, dan untuk treatment," ungkapnya.

Selanjutnya, anggaran PEN perlindungan sosial sudah terealisasi sebesar Rp 57,04 triliun atau 39 persen dari pagu anggaran Rp 148,27 triliun. Kemudian, realisasi program prioritas adalah Rp 22,79 triliun atau 18 persen dari pagu yang disediakan pemerintah sebesar Rp 127,85 triliun.

Untuk program dukungan UMKM dan korporasi, realisasinya adalah sebesar Rp 42,23 triliun atau 22 persen dari pagu anggaran Rp 193,74 triliun. Terakhir, untuk insentif usaha sudah terealisasi Rp 29,51 triliun atau 52 persen dari pagu sebesar Rp 56,73 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Berkat Program PEN, 5 Juta Penduduk RI Selamat dari Kemiskinan

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, mengatakan berkat adanya program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020 akibat pandemi covid-19, sebanyak 5 juta masyarakat terselamatkan dari kemiskinan.

“Apa yang kita lakukan di 2020. Bagaimana belanja APBN itu realisasi yang sekarang sedang diaudit Rp 2.589, 9 triliun dan ini defisitnya tercapai kurang lebih sesuai dengan target, kalau targetnya 6,34 persen  dari PDB realisasinya sekitar 6,1 persen dari PDB,” kata Febrio dalam Thee Kian Wie Lecture Series ”Pemulihan Ekonomi dari Pandemi Covid-19: Telaah Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi” Kamis (29/4/2021).

Secara rinci Febrio menjelaskan, dari APBN Rp 2.589,9 triliun itu terdapat anggaran sebesar Rp 571,78 triliun yang digunakan untuk pemulihan ekonomi nasional di tahun 2020.

Di dalamnya dibagi menjadi anggaran untuk Kesehatan Rp 63,5 triliun,  bantuan sosial Rp 220,triliun,  dukungan UMKM Rp 112,4 triliun, insentif dunia usaha  Rp 56 triliun, dukungan sektoral dan Pemda Rp 66,6 triliun dan pembiayaan korporasi 60,7 triliun.

“Secara khusus maka kita bisa melihat Bagaimana program program ini sangat fokus dan sangat well targeting, contohnya adalah Bansos kita yang Rp 220 triliun itu berhasil menjaga angka kemiskinan kita tidak melonjak setinggi kalau tadinya kita tidak melakukan intervensi yang agresif,” ujarnya.

Kurang lebih Febrio menyebut,  Pemerintah berhasil menyelamatkan sekitar 5 juta masyarakat dari kemiskinan karena adanya bantuan sosial yang dilakukan secara well targeting, serta banyak stakeholder  yang membantu Pemerintah untuk memastikan program-program ini terlaksana dengan baik.

3 dari 3 halaman

Pertumbuhan Ekonomi

Disamping itu, Febrio menambahkan, sebelum terjadinya pandemi di APBN 2020 ekonomi itu sedang dalam trajectory untuk pertumbuhan ekonomi 2020 dikisaran 5,3 persen.

“Artinya dengan kondisi 2020 kemarin, realisasinya itu - 8,8 persen lebih rendah daripada seharusnya daripada kalau tidak ada pandemi, tetapi tentunya pandemi ini dihadapi oleh seluruh negara inilah bagaimana APBN itu telah bekerja keras di tahun 2020,” jelasnya.

Febrio bercerita, di awal pandemi covid-19 tahun 2020 Pemerintah menaikkan belanja negara menjadi Rp 284 triliun meskipun pendapatan negara terkoreksi minus hingga Rp 312,8 triliun.

“Pada saat ini kita melakukan kebijakan fiskal yang sangat agresif sama dengan atau mirip dengan kebijakan fiskal yang dilakukan di banyak negara,” imbuhnya.

Tentunya ketika  Pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang sangat Counter cyclical di tahun 2020, ia menilai Pemerintah melakukannya dengan sangat terukur. Pemerintah mampu melihat risiko yang harus dihadapi dengan terukur.

“Di tahun 2021 counter cyclical yang sama kita lakukan juga, akan tetapi kali ini fokusnya lebih kepada memperkuat Pemulihan ekonomi karena kita tahu bahwa 2021 jelas lebih baik daripada 2020. Tapi dalam konteks ini APBN didorong untuk melakukan perannya dalam mendukung penguatan pertumbuhan ekonomi tersebut,” pungkasnya.