Liputan6.com, Jakarta - Dalam sidang Paripurna DPR RI Masa Persidangan V Tahun 2020-2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa Pemerintah menetapkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 berada di kisar 4,51 persen sampai 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini setara dengan Rp 808,2 triliun - Rp 879,9 triliun. Angka ini lebih kecil dibanding defisit anggaran 2021 yaitu 5,70 persen dari PDB atau Rp 1.006,3 triliun.
Baca Juga
Defisit anggaran ini terjadi karena pendapatan negara pada 2022 hanya berkisar 10,18-10,44 persen dari PDB atau Rp 1.823,5 triliun - Rp 1.895,4 triliun.
Advertisement
Pendapatan ini terdiri dari penerimaan pajak berkisar 8,37 - 8,42 persen dari PDB atau Rp 1.499,3 triliun - Rp 1.528,7 triliun, PNBP antara 1,80-2 persen dari PDB atau Rp 322,4 triliun - Rp 363,1 triliun, dan hibah berkisar 0,01 - 0,02 persen dari PDB atau Rp1,8 triliun - Rp3,6 triliun.
Sementara belanja negara pada tahun depan berkisar antara 14,69 - 15,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 2.631,8 triliun - Rp 2.775,3 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibanding 2021 yaitu 15,58 persen dari PDB atau Rp2.750 triliun.
Untuk mengurangi defisit anggaran yang cukup besar tersebut, pemerintah pun mengeluarkan beberapa jurus yang telah dirangkum oleh Liputan6.com, Selasa (25/5/2021):
1. Kenaikan PPN
Pemerintah berencana menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2022. Kenaikan tarif pajak ini disebut-sebut untuk mendorong target penerimaan negara melalui pajak di tahun depan.
Adapun sesuai dengan Undang-Undang PPN Pasal 7 pemerintah bisa mengatur perubahan tarif paling rendah berada pada angka 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Adapun saat ini, tarif PPN berlaku untuk semua produk dan jasa, yakni 10 persen.
Kendati begitu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan tidak akan ada kenaikan tarif pajak Pertambahan Nilai (PPN) di 2021. Untuk tahun ini pemerintah fokus pada pemulihan ekonomi nasional.
"Jadi pasti tidak hari ini, tidak tahun ini tiba-tiba naik PPN itu tidak pasti," ucap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, pada Senin 24 Mei 2021.
Bendahara Negara itu menjelaskan, pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) kelima atau UU Nomor tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang di dalamnya terdapat rencana kenaikan tarif PPN tidak serta merta bisa langsung diaplikasikan dalam waktu dekat juga.
"Mengenai wacana PPN nanti kita tuh kalaupun mau bicarakan tentang KUP dan lain lain kan tidak berarti hari ini akan bisa berjalan, jadi kami sendiri sangat aware mengenai fokus kita hari ini pada pemulihan ekonomi," ungkap Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN dan umumnya RUU KUP merupakan langkah jangka menengah alias medium term dari pihaknya untuk kembali membuat APBN lebih sehat. Oleh karena itu, dia meminta masyarakat untuk membedakan fokus pemerintah hari ini dan di masa depan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2. Kenaikan PPh
Pemerintah akan menambah tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (OP). Wajib pajak individu yang punya penghasilan di atas Rp 5 miliar akan kena PPh atau pajak 35 persen.
“Kita juga akan lakukan tarif dan bracket dari PPh OP (orang pribadi). Untuk high wealth individual itu kenaikan tidak terlalu besar, dari 30 persen ke 35 persen dan itu untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, pada Senin 24 Mei 2021.
Menurutnya, kenaikan tarif PPh tersebut akan mengurangi ketimpangan sosial. Jumlah orang super kaya di Indonesia, lanjutnya, tidak banyak sehingga dampak peningkatan tarif PPh ini akan terasa bagi mereka saja. "Mayoritas masyarakat kita masih tidak berubah dari sisi bracket atau tarifnya," ujarnya.
Adapun, hal ini nantinya akan tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (RUU KUP) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Sementara saat ini, tarif PPh OP diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Menurut pasal 17, terdapat 4 lapisan tarif PPh OP berdasarkan penghasilannya per tahun.
Pertama, penghasilan kena pajak sampai Rp 50 juta setahun dikenakan tarif PPh sebesar 5 persen. Kedua, penghasilan di atas Rp 50 juta sampai Rp 250 juta setahun dikenakan tarif PPh sebesar 15 persen.
Ketiga, penghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta setahun dikenakan tarif PPh sebesar 25 persen. Keempat, penghasilan di atas Rp 500 juta setahun dikenakan tarif PPh orang pribadi sebesar 30 persen.
Advertisement
3. Hapuskan Sanksi Pidana Pengemplang Pajak
Tidak hanya wacana kenaikan PPn dan PPh, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta dukungan dari Komisi XI DPR RI terkait rencana penghapusan sanksi pidana bagi pelaku pengemplang pajak. Nantinya, pengemplang pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
Menkeu bilang, jika langkah ini bertujuan meningkatkan kepatuhan para pelanggar ketentuan perpajakan. Dengan begitu, penyelesaian masalah perpajakan pun tetap akan menghasilkan penerimaan negara.
"Untuk menguatkan administrasi perpajakan, menghentikan penuntutan pidana, namun melakukan pembayaran dalam bentuk sanksi administrasi. Jadi fokusnya lebih pada revenue," kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, pada Senin 24 Mei 2021.
Selain untuk penerimaan pajak, penerapan sanksi administrasi juga demi menjamin keberlangsungan penerimaan pajak. Artinya, sustainabilitas daripada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa terjamin.
"Jadi fokusnya lebih pada revenue dan kerja sama dengan mitra-mitra dalam penagihan perpajakan kita. Dalam reform ini tujuannya bukan hanya meng-collect namun menuju pada sustainability APBN ke depan," lanjut dia.
Menurut Sri Mulyani, saat ini dunia sedang menghadapi tantangan yang sama yaitu bagaimana bisa mengumpulkan penerimaan pajak. Sebab pada saat yang sama, mereka juga menghadapi kenaikan defisit anggaran yang tinggi diikuti kenaikan rasio utangnya.
"Banyak yang defisitnya melonjak tinggi dan debt to GDP ratio mereka yang tidak sustainable. Dalam hal ini kita juga harus melihat bahwa ini adalah suatu respons yang hati-hati pada sebuah negara ketika menghadapi situasi yang extraordinary," jelas Menkeu.
4. Rencana Tax Amnesty Jilid II
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan tata cara perpajakan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan, dalam permintaan revisi tersebut, salah satu poin pembahasannya ialah pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Yang diatur memang ada di dalamnya PPN, termasuk PPh orang per orang, pengurangan tarif PPh Badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, dan terkait carbon tax, lalu ada terkait dengan pengampunan pajak," ujar Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (19/5/2021).
Lanjut Airlangga, tax amnesty jilid II tersebut diharapkan segera disetujui oleh DPR karena masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.
Aturan ini nantinya akan disusun dengan lebih luas dan fleksibel dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi. Untuk detailnya, kata Airlangga, akan mengikuti pembahasan di parlemen.
"Jadi memang ada beberapa yang akan dibahas, hasilnya kami tunggu pembahasan dengan DPR. Bapak Presiden sudah kirim surat ke DPR untuk membahas hal ini," kata Airlangga.
Advertisement