Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, konsumsi masyarakat pada April 2021 sudah berada dalam tren pemulihan. Konsumsi masyarakat ini menjadi salah satu faktor terbesar dalam pemulihan ekonomi nasional.
Sri Mulyani menjelaskan, consumer confidence index di April 2020 berada di level 101,5. Angka ini di atas posisi sebelum terjadinya Covid-19 di awal 2020.
Baca Juga
"Indeks kita juga melonjak 9,8 persen dan ini adalah kenaikan yang cukup signifikan dan 3 bulan berturut-turut semenjak Februari," jelas Sri Mulyani dalam Konferensi Pers ABPN Kita, Selasa (25/5/2021).
Advertisement
Bendahara Negara itu mengatakan, konsumsi masyarakat bisa meningkat jika Covid-19 dikendalikan. Hal ini yang kemudian membuat konsumsi masyarakat pada April 2021 menunjukan tren kenaikan, terutama disumbangkan oleh makanan dan minuman.
"Meskipun kita lihat semua tren membalik untuk sandang kemarin menjelang Lebaran terjadi peningkatan yang cukup signifikan rekreasi masih datar dan perlengkapan rumah tangga juga sudah menunjukkan tren pembalikan meskipun levelnya masih jauh di bawah sebelum terjadinya Covid-19," jelasnya.
Jika melihat lebih jauh, konsumsi terutama pada masyarakat berdasarkan kelompok income dari survei dari Mandiri Spending Indeks terlihat bahwa kenaikan kondisi dari masyarakat menyebabkan konsumsi atau spending meningkat. Di mana indeks nilai belanja sudah berada di level 112,5.
"Sekali lagi di bandingkan kondisi sebelum Covid-19 itu sudah lebih tinggi dia juga yang indeks frekuensi belanja jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum Covid-19 yang dengan bestline 100 jadi ini menggambarkan suatu pemulihan," jelas Sri Mulyani.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Konsumsi Masyarakat Turun Gara-Gara Orang Kaya Irit Belanja
Sebelumnya, skonom sekaligus Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah menyebut, kontraksi ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19 merupakan sebuah keniscayaan.
Menyusul dampak dari berbagai kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat guna memutus mata rantai penyebaran virus corona jenis baru itu.
"Dengan kebijakan pembatasan sosial aktivitas ekonomi tersebut, maka semua baik dari produksi maupun konsumsi dua duanya terdampak negatif," ungkapnya dalam acara Dialog Produktif Rabu Utama Menuju Sembuh Ekonomi Tumbuh, Rabu (24/3).
Piter mengungkapkan, turunnya konsumsi masyarakat sendiri tak lepas dari keputusan kelompok kelas atas yang kekeh untuk menahan pengeluarannya. Sikap irit sendiri lantaran kekhawatiran mereka untuk beraktivitas di luar rumah, termasuk berbelanja di masa kedaruratan kesehatan ini.
"Kemudian, Kelompok Menengah berikutnya juga harus jaga-jaga untuk masa depan mereka. Mereka masih tidak tahu sampai kapan pandemi berakhir. Mereka meyakinkan bahwa punya uang harus secure, sehingga menahan belanja," tambahnya.
Turunnya konsumsi ini diperparah dengan merosotnya kemampuan daya beli kelompok kelas bawah. Hal ini setelah mayoritas telah kehilangan pendapatan maupun mengalami pengurangan pendapatan akibat dampak pandemi Covid-19.
"Karena kelompok bawah ini terkena PHK, ada yang tidak di PHK tapi gajinya tidak di potong. Jadi, tiga hal ini jelas mengurangi konsumsi," ucapnya.
Sedangkan, turunnya produksi lebih disebabkan oleh berbagai pembatasan kebijakan sosial yang turut mengurangi kapasitas produksi. "Seperti PPKM, bahkan di awal-awal PSBB itu mereka tidak boleh beroperasional sama sekali," ucapnya.
Selanjutnya, turunnya produksi juga tak lepas dari daya beli masyarakat yang terus melemah. Sehingga otomatis produsen memilih untuk menutup operasional di sementara waktu.
"Oleh karena itu, saya selalu mengatakan di tengah pandemi ini penurunan atau kontraksi ekonomi adalah suatu keniscayaan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Bahkan, kalau dibandingkan kontraksi yang kita alami relatif lebih baik dibandingkan negara lain," keras dia menekankan.
Advertisement