Sukses

Rasio Pajak RI Turun, Bukti Tax Amnesty Jilid I Gagal?

Said Didu menilai, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam memberikan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II tidak masalah

Liputan6.com, Jakarta Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu menilai, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam memberikan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II tidak masalah. Sebab, sebagai pembantu presiden berhak mengusulkan rencana tersebut.

"Karena sebagai menteri keuangan jauh lebih penting mendapatkan uang daripada menjarakan orang," katanya seperti dikutip dari akun youtubenya MSD, Kamis (27/5/2021).

Namun kebijakan tersebut bagi negara belum tentu berdampak baik. Karena menurut dia, kebijakan tax amnesty jilid I yang diharapkan dapat meningkatkan tax ratio, justru tidak tercapai. Tax ratio sendiri adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan dengan produk domestik bruto (PDB) dalam persen.

"Jadi sepertinya mereka menyadari bahwa ini ada problem. Malah tax ratio turun setelah tax amnesty," ujarnya.

Dia melanjutkan, di negara-negara manapun setelah adanya kebijakan tax amnesty maka secara tidak langsung rasio pajak akan naik. Hal ini berbanding terbalik yang dirasakan oleh Indonesia.

"Dulu negara-negara yang sistem perpajaklan bagus tidak pengemplang pajak itu rata rata 20 persen dari PDB tax ratio. Ada yang 25 persen," ujarnya.

Dia pun menggambarkan, apabila PDB Indonesia sekarang berada Rp15 triliun dengan tax ratio 20 persen berarti ada pendapatan negara sebesar Rp3.000 triliun. Namun pendapatan negara Indonesia sekarang berada di Rp1.200 triliun dari pajak, atrtinya hanya berada di bawah 8 persen.

"Artinya ada pengemplang pajak sekitar 12 persen. Ada potensi pajak yang hilang. Ini perhitungan optimis Rp3.000 triliun dikurang Rp1.200 triliun, ada Rp1.800 triliun pajak yang tidak terpungut. Ini kemungkinan besar adalah pengemplang pajak," jelasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tax Amnesty Jilid II, DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Pemulihan Daya Beli

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada hari ini, Selasa 25 Mei 2021, menggelar Rapat Paripurna terkait Pandangan fraksi-fraksi terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022. Sembilan fraksi telah menyampaikan pandangannya.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), salah satunya menyoroti rencana pemerintah soal tax amnesty jilid II. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Syamsurizal, mengatakan bahwa Fraksi PPP menyarankan pemerintah mempertimbangkan situasi daya beli masyarakat dalam rencana tax amnesty jilid II dan perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN).

"Fraksi PPP menyarankan pemerintah agar kebijakan reformasi perpajakan baik tax amnesty jilid II dan perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai, mempertimbangkan situasi pemulihan daya beli masyarakat dan prinsip keadilan," jelas Syamsurizal dalam live streaming Rapat Paripurna pada Selasa (25/5/2021).

Ia pun mengungkapkan beberapa solusi lain untuk mendorong rasio pajak. Salah satunya dengan meningkatkan kepedulian wajib pajak, khususnya perusahaan-perusahaan digital atau layanan Over The Top (OTT) yang beroperasi di Indonesia.

Selain itu juga dilakukan evaluasi belanja perpajakan yang belum efektif dan memberikan dampak optimal terhadap ekonomi.

"Solusi lain dengan meningkatkan tarif pajak untuk kelompok 20 persen ke atas pengeluaran mereka, hingga mempersempit ruang penyuapan pajak dan transaksi penghindaran pajak lintas batas negara," jelas Syamsurizal.

Sembilan fraksi sudah menyampaikan pandangannya terhadap KEM dan PPKF RAPBN Tahun Anggaran 2022. Rapat Paripurna ini dihadiri oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa.

Tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi dijadwalkan pada Senin 31 Mei 2021. Rapat Paripurna pada hari ini merupakan tanggapan atas KEM PPKF 2022 yang disampaikan Sri Mulyani pada 20 Mei 2021.