Sukses

DPR Tak Ingin Likuidasi Jadi Opsi Utama Penyelamatan Garuda Indonesia

Beredar dokumen yang menyebutkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mendukung langkah pemerintah dalam memperbaiki kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang tengah kesulitan secara finansial.

Rachmat menilai, ada empat opsi yang dipaparkan pihak manajemen Garuda Indonesia dalam memperbaiki lini bisnis maskapai pelat merah tersebut.

Salah satunya opsi likuidasi yang disebutnya jadi pilihan terakhir. Dengan opsi tersebut, pemerintah memberikan kesempatan kepada pihak swasta mengisi kekosongan Garuda Indonesia di sektor penerbangan Tanah Air.

"Tentu kita harapkan likuidasi itu solusi terakhir dan kita tidak mau harapkan hal itu. Saya percaya manajemen bisa mencari solusi," kata Rachmat Gobel dalam kunjungannya ke Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021).

Untuk itu, Rachmat meminta manajemen Garuda Indonesia untuk mengambil keputusan secara hati-hati. Namun, dia tetap mendukung segala penuh upaya penyelamatan perseroan.

"Oleh karena itu, Saya kira mari berikan dukungan karena bagaimana pun ini kita punya kebanggaan. Kita berikan dukungan, bagaimana memberikan kepercayaan kepada manajemen," ungkap Rachmat.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio menyampaikan, pihaknya terus melakukan kajian terhadap opsi-opsi yang tersedia.

"Kami akan terus mengkaji opsi-opsi yang ada bersama manajemen secara hati-hati," ujar Prasetio.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Melihat Empat Opsi Penyelamatan Garuda Indonesia

Sebelumnya, pandemi COVID-19 yang terjadi menambah tekanan terhadap PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sehingga berdampak terhadap kinerja perseroan.

Langkah terbaru yang dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dengan menawarkan pensiun dini kepada karyawan. Selain itu, beredar dokumen yang menyebutkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia.

Opsi itu juga melihat dari hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain. Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut kepada Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan untuk berkomentar banyak.

"Cek Kementerian BUMN ya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga belum menjawab pesan singkat dan mengangkat telepon saat dihubungi Liputan6.com hingga artikel ini tayang.

Mengutip dari dokumen tersebut, Selasa (1/6/2021), opsi-opsi itu antara lain, pertama,  pemerintah akan terus mendukung Garuda Indonesia melalui pemberian pinjaman dan suntikan ekuitas. Hal ini contohnya dari Singapore Airlines, Cathay Pacific, dan Air China.

Meski demikian opsi ini memiliki catatan antara lain berpotensi meninggalkan Garuda Indonesia dengan utang warisan yang besar akan membuat situasi yang menantang di masa depan.

Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda Indonesia. Menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban seperti utang, sewa, kontrak kerja.

Opsi yurisdiksi yang akan digunakan: US Chapter 11, foreign jurisdiction lain, dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Contohnya antara lain LATAM, Malaysia Airlines dan Thai. Namun, catatan dari opsi ini adalah tidak jelas apakah undang-undang kepailitan Indonesia mengizinkan restrukturisasi.

Opsi ketiga, merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Garuda Indonesia dibiarkan melakukan restrukturisasi. Di saat bersamaan, mulai mendirikan perusahaan maskapai domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi national carrier di pasar domestik.

Contoh yang memakai opsi ini Sabena dan Swissair.  Namun, catatan pada opsi ini dieksplorasi lebih lanjut opsi tambahan agar Indonesia tetap memiliki nasional flag carrier. Perkiraan modal dibutuhkan USD 1,2 miliar.

Opsi keempat, Garuda Indonesia dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan untuk mengisi kekosongan. Mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalkan dengan pajak bandara/subsidi rute yang lebih rendah. Maskapai yang memakai opsi ini VARIG dan Malev.  Meski demikian, catatan untuk opsi ini Indonesia tidak lagi memiliki national flag carrier.