Liputan6.com, Jakarta Rasio pajak di Indonesia hingga kini masih rendah. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengakui, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi tren tax ratio Indonesia cenderung turun dari tahun ke tahun.
Salah satunya kondisi ekonomi global sudah terlebih dahulu mengalami perlambatan akibat adanya perang dagang sebelum adanya Covid-19.
"Hal ini tentu berdampak pada harga komoditas dan penerimaan pajak," ujarnya seperti dikutip dari akun twitternya @prastow, Kamis (3/6/2021).
Advertisement
Sebagai negara yang mengandalkan komoditas untuk penggerak ekonominya, maka wajar jika ekonomi Indonesia sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar internasional. Sehingga secara pola penerimaan pajak procyclical/sejalan dengan kinerja harga komoditas.
"Ketika ekonomi booming, kinerja penerimaan pajak akan lebih tinggi dari kinerja ekonomi secara umum. Sebaliknya, jika ekonomi kontraksi, kinerja penerimaan pajak lebih rendah daripada kinerja ekonomi," jelas dia.
Dia melanjutkan penerimaan pajak di Tanah Air sejauh ini pro-cyclical. Karena secara struktur, kontribusi penerimaan pajak didominasi PPh badan.
Sedangkan penerimaan PPh Orang Pribadi cenderung stabil terhadap siklus ekonomi dan kontribusinya kecil.
Selanjutnya, karena regulasi. Contoh, regulasi barang/jasa yang bukan objek PPN. Di mana, ada sektor yang tumbuh saat ekonomi mengalami pelemahan (kontraksi). Tapi, karena ada regulasi, output dari sektor tersebut dikecualikan menjadi objek PPN. Ini distortif.
Yustinus menambahkan, secara sektoral penerimaan pajak Indonesia paling banyak disokong oleh manufaktur dengan rata-rata kontribusi 20-30 persen setiap tahunnya.
Sayangnya, karna perlambatan ekonomi global, kontribusi hampir semua sektor terhadap pajak juga ikut tumbuh melambat, termasuk manufaktur.
"Di saat pandemi, menyoal tax ratio rasanya menjadi kurang pas. Turunnya tax ratio merupakan hal yang wajar terjadi saat resesi apalagi dengan aktivitas masyarakat dan dunia usaha yang juga ikut terhenti. Apalagi insentif fiskal yang masif juga menggerus penerimaan pajak," jelasnya.
Saksikan Video Ini
Strategi Pemerintah Tingkatkan Tax Ratio
Sebelummya, Kementerian Keuangan terus berupaya meningkatkan penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau rasio pajak.
Adapun di tahun depan, rasio perpajakan ditargetkan pada kisaran 8,37 - 8,42 persen, meningkat dari target tahun ini 8,18 persen.
Secara nominal, penerimaan perpajakan ditarget sebesar Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun di 2022. Angka ini lebih tinggi dari proyeksi tahun ini senilai Rp 1.444,5 triliun.
"Pemerintah optimis bahwa penerimaan perpajakan tahun 2022 akan lebih baik dibandingkan tahun 2021," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (31/5/2021).
Bendahara Negara itu menyebut, konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap.
Optimalisasi penerimaan perpajakan sendiri dilakukan untuk menciptakan perpajakan yang lebih sehat dan adil. Hal ini dilakukan melalui reformasi administrasi dan reformasi kebijakan.
Secara umum, optimalisasi penerimaan perpajakan 2022 akan ditempuh dengan menggali potensi perpajakan melalui kegiatan pengawasan dan pemetaan kepatuhan yang berbasis risiko.
Kemudian memperluas basis perpajakan melalui perluasan objek dan ekstensifikasi berbasis kewilayahan dan menyesuaikan regulasi perpajakan yang sejalan dengan struktur ekonomi dan karakteristik sektor perekonomian.
Sementara penguatan administrasi perpajakan dalam jangka menengah dilakukan melalui 5 (lima) pilar, yang mencakup sisi organisasi, proses bisnis, regulasi, sumber daya manusia, dan penggunaan teknologi informasi.
Di samping itu, upaya peningkatan PNBP juga akan ditempuh melalui optimalisasi pengelolaan aset negara agar dan penyempurnaan tata kelola PNBP. Di sisi lain, pemerintah juga tetap akan menjaga agar layanan publik tetap berkualitas, dan memperhatikan konservasi lingkungan hidup.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement