Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak optimal dalam mendukung penyelamatan Garuda Indonesia. Hal ini dinilai terlihat dari dana talangan pemerintah untuk perseroan sebesar Rp 8,5 triliun yang disepakati pada tahun lalu, saat ini hanya cair Rp 1 triliun.
"Kami sudah mencarikan solusi bersama tahun lalu itu kita komisi VI dan kementerian BUMN menyetujui pinjaman Rp 8,5 triliun ke Garuda Indonesia, tapi faktanya yang cair itu Rp 1 triliun oleh Menkeu. Jadi saya juga bingung, komisi VI DPR sepakat dengan menteri BUMN, eh tiba-tiba Menkeu hanya menurunkan Rp 1 triliun, yang akhirnya menyebabkan permasalahan Garuda ini semakin berdarah darah," ungkap Andre dalam rapat kerja Menteri BUMN, Erick Thohir, dengan Komisi VI DPR RI pada Kamis (3/6/2021).
Ia pun meminta Kementerian BUMN untuk mengingatkan Sri Mulyani terkait dana talangan untuk Garuda Indonesia itu, serta agar dibahas di rapat terbatas untuk disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Ia mengingatkan jangan sampai kesepakatan antara Komisi VI dan Menteri BUMN tidak bisa dilaksanakan karena Menteri Keuangan.
Advertisement
Pemerintah dinilai harus total dalam membantu Garuda Indonesia mencari solusi. Oleh sebab itu harus ada sinergi antara kementerian terkait.
"Kalau pemerintah mau mendukung sepenuhnya, ya dukung jangan di depan mendukung, tapi di belakang setengah hati. Menteri BUMN pasang badan, Menteri Keuangan tidak," tuturnya.
Andre pun mengimbau serikat pekerja Garuda Indonesia agar terus mendorong Kementerian Keuangan.
"Itu yang saya sampaikan ke serikat pekerja Garuda. Kalau mau demo ya jangan Menteri BUMN dan Komisi VI, tapi Menkeu juga didemo. Jadi tolong kita cari solusi yang terbaik dan harapan saya, pak mentri bisa selesaikan," ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kondisi keuangan Garuda Indonesia sangat parah pendapatan dan utang lebih tinggi utang. Bahkan utang Garuda setiap tahunnya bertambah Rp 1 Triliun.
Akankah Garuda Indonesia Bernasib Seperti Merpati?
Sebelumnya, Indonesia dahulunya memiliki dua maskapai pelat merah alias BUMN, yaitu Merpati Nusantara Airlines dan Garuda Indonesia. Sayang, salah satunya, yaitu Merpati, berstatus "hidup segan mati pun tak mau". Bahkan, Merpati menjadi salah satu BUMN yang akan ditutup oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Seiring berjalannya waktu, kegagahan Garuda Indonesia pun mulai luntur. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 menghantam industri penerbangan. Status maskapai bintang 5 dari Skytax seolah kini tak ada artinya. Fokus Garuda Indonesia saat ini adalah bagaimana caranya untuk bisa bertahan. Tentunya tetap mengutamakan aspek keamanan dan keselamatan penumpang.
Bayangkan, Garuda Indonesia memiliki utang mencapai Rp 70 triliun. Setiap bulannya, beban perusahaan ini bertambah sekitar Rp 1 triliun. Sementara pendapatannya sendiri terakhir hanya Rp 800 miliar.
Atas kondisi itu, terbaru, Kementerian BUMN selaku pemegang saham sudah memiliki berbagai opsi dalam penyelamatan Garuda Indonesia. Garuda Indonesia juga menawarkan pensiun dini kepada karyawan. Selain itu, beredar dokumen yang menyebutkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia.
Opsi itu juga melihat dari hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain. Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut kepada Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan untuk berkomentar banyak.
"Cek Kementerian BUMN ya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, seperti dikutip dari kanal Saham Liputan6.com, Rabu (2/6/2021).
Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga belum menjawab pesan singkat dan mengangkat telepon saat dihubungi Liputan6.com soal opsi penyelamatan Garuda Indonesia, hingga artikel ini tayang.
Advertisement